Hukum Tawassul Dengan Amal Sholeh Atau Tempat Dan Waktu Dan Orang Sholeh

SYIRIKKAH ORANG ORANG YG BERTAWASSUL?
Silahkan.....! lebih baik tahu dari pada tidak, karena menyebabkan syukdzon dan menuduh yg bukan-bukan.

"PENGERTIAN TAWASSUL"

Pemahaman tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat islam selama ini adalah bahwa Tawassul adalah berdoa kepada Allah melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah.  Jadi tawassul merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT.
Orang yang bertawassul dalam berdoa kepada Allah menjadikan perantaraan berupa sesuatu yang dicintainya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai perantaraan tersebut.
Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah bisa memberi manfaat dan madlorot kepadanya, dan. Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah SWT itu bisa memberi manfaat dan madlorot, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlorot sesungguhnya hanyalah Allah semata. (Ini masalah hati, seperti makan lantas kenyang, kalau yaqin dalam hatinya yg memberi kenyang nasi, maka syirik. Karena yg memberi kekenyangan hanya allah). Ini masalah hati dan kita tahu semua dimana kita sandarkan keyaqinan itu.

Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa. Banyak sekali cara untuk berdo'a agar
dikabulkan Allah, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam,
berdoa dengan mendahuluinya dengan bacaan alhamdulillah dan sholawat dan meminta doa kepada orang sholeh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar do'a yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah s.w.t.
Dengan demikian, tawasul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan.
Tawassul dengan amal sholeh kita Para ulama sepakat memperbolehkan tawassul terhadap Allah SWT dengan perantaraan perbuatan amal sholeh, sebagaimana orang yang sholat, puasa, membaca al-Qur’an, kemudian mereka bertawassul terhadap amalannya tadi. Seperti hadis yang sangat populer diriwayatkan dalam kitab-kitab sahih yang menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam goa, kisahnya orang yang pertama bertawassul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya, yang kedua bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu menjahui perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya dan yang ketiga bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang mampu menjaga amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga.. (Ibnu Taimiyah mengupas masalah ini secara mendetail dalam kitabnya Qoidah Jalilah Fii Attawasul Wal wasilah hal 160)

Tawassul dengan orang sholeh Adapun yang menjadi perbedaan dikalangan ulama’ adalah bagaimana hukumnya tawassul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang yang dianggap sholeh dan mempunyai martabat dan derajat tinggi di depan Allah. sebagaimana ketika seseorang mengatakan : ya Allah aku bertawassul kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammmad atau Abu bakar atau Umar dll.

Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini. Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh. Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena pada dasarnya tawassul kepada dzat (entitas seseorang), pada intinya adalah tawassul pada amal perbuatannnya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang diperbolehkan oleh ulama’.

Dalil-Dalil Tentang Tawassul Dalam setiap permasalahan apapun suatu pendapat tanpa didukung dengan adanya dalil yang dapat memperkuat pendapatnya, maka pendapat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Dan secara otomatis pendapat tersebut tidak mempunyai nilai yang berarti, demikian juga dengan permasalahan ini, maka para ulama yang mengatakan bahwa tawassul diperbolehkan menjelaskan dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawassul baik dari nash al-Qur’an maupun hadis, sebagai berikut:

Dalil dari alqur’an.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah, Ayat : 35 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
[سورة المائدة 35]
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (wasilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan."

Allah SWT juga berfirman dalam surat Al-Isra’, Ayat : 57 :
ﺃُﻭﻟَـﺌِﻚَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺪْﻋُﻮﻥَ ﻳَﺒْﺘَﻐُﻮﻥَ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻬِﻢُ ﺍﻟْﻮَﺳِﻴﻠَﺔَ ﺃَﻳُّﻬُﻢْ ﺃَﻗْﺮَﺏُ ﻭَﻳَﺮْﺟُﻮﻥَ ﺭَﺣْﻤَﺘَﻪُ ﻭَﻳَﺨَﺎﻓُﻮﻥَ ﻋَﺬَﺍﺑَﻪُ ﺇِﻥَّ ﻋَﺬَﺍﺏَ ﺭَﺑِّﻚَ ﻛَﺎﻥَ ﻣَﺤْﺬُﻭﺭﺍً.
الإسراء : 57
Artinya : Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan (wasilah) kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.

Maksudnya: Nabi Isa a.s., para malaikat dan 'Uzair yang mereka sembah itu menyeru dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah. Lafadl Alwasilah dalam ayat ini adalah umum,
yang berarti mencakup tawassul terhadap dzat para nabi dan orang-orang sholeh baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, ataupun tawassul terhadap amal perbuatan yang baik.

Wasilah dalam berdoa sebetulnya sudah diperintahkan sejak zaman sebelum Nabi Muhammad SAW. QS 12:97 mengkisahkan saudara-saudara Nabi Yusuf AS yang memohon ampunan kepada Allah SWT melalui perantara ayahandanya yang juga Nabi dan Rasul, yakni Nabi Ya'qub AS. Dan beliau sebagai Nabi sekaligus ayah ternyata tidak menolak permintaan ini, bahkan menyanggupi untuk memintakan ampunan untuk putera-puteranya (QS 12:98).
ﻗَﺎﻟُﻮﺍْ ﻳَﺎ ﺃَﺑَﺎﻧَﺎ ﺍﺳْﺘَﻐْﻔِﺮْ ﻟَﻨَﺎ ﺫُﻧُﻮﺑَﻨَﺎ ﺇِﻧَّﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﺧَﺎﻃِﺌِﻴﻦَ
ﻗَﺎﻝ َ ﺳَﻮْﻑَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُ ﻟَﻜُﻢْ ﺭَﺑِّﻲَ ﺇِﻧَّﻪُ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻐَﻔُﻮﺭُ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢُ
[Surat Yusuf 98]
Artinya : Mereka berkata: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)". 98. Nabi Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Di sini nampak jelas bahwa sudah sangat lumrah memohon sesuatu kepada Allah SWT dengan menggunakan perantara orang yang mulia kedudukannya di sisi Allah SWT.
Bahkan QS 17:57 dengan jelas mengistilahkan "ayyuhum aqrabu", yakni memilih orang yang lebih dekat (kepada Allah SWT) ketika berwasilah.

Ummat Nabi Musa AS berdoa menginginkan selamat dari adzab Allah SWT dengan meminta bantuan Nabi Musa AS agar berdoa kepada Allah SWT untuk mereka. Bahkan secara eksplisit menyebutkan kedudukan Nabi Musa AS (sebagai Nabi dan Utusan Allah SWT) sebagai wasilah terkabulnya doa mereka. Hal ini ditegaskan QS 7:134 dengan istilah ﺑِﻤَﺎ ﻋَﻬِﺪَ ﻋِﻨﺪَﻙَ Dengan (perantaraan) sesuatu yang diketahui Allah ada pada sisimu (kenabian).

Demikian pula hal yang dialami oleh Nabi Adam AS, sebagaimana QS 2:37
ﻓَﺘَﻠَﻘَّﻰ ﺁﺩَﻡُ ﻣِﻦ ﺭَّﺑِّﻪِ ﻛَﻠِﻤَﺎﺕٍ ﻓَﺘَﺎﺏَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺇِﻧَّﻪُ ﻫُﻮَ ﺍﻟﺘَّﻮَّﺍﺏُ  ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢُ
Artinya : "Kemudian Nabi Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."

Kalimat yang dimaksud di atas, sebagaimana diterangkan oleh ahli tafsir berdasarkan sejumlah hadits adalah tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, yang sekalipun belum lahir namun sudah dikenalkan namanya oleh Allah SWT, sebagai nabi akhir zaman.

Bertawassul ini juga diajarkan oleh Allah SWT di QS 4:64 bahkan dengan janji taubat mereka pasti akan diterima. Syaratnya, yakni mereka harus datang ke hadapan Rasulullah dan memohon ampun kepada Allah SWT di hadapan Rasulullah SAW yang juga mendoakannya.
ﻭَﻣَﺎ ﺃَﺭْﺳَﻠْﻨَﺎ ﻣِﻦ ﺭَّﺳُﻮﻝٍ ﺇِﻻَّ ﻟِﻴُﻄَﺎﻉَ ﺑِﺈِﺫْﻥِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﻟَﻮْ ﺃَﻧَّﻬُﻢْ ﺇِﺫ ﻇَّﻠَﻤُﻮﺍْ ﺃَﻧﻔُﺴَﻬُﻢْ ﺟَﺂﺅُﻭﻙَ
ﻓَﺎﺳْﺘَﻐْﻔَﺮُﻭﺍْ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻭَﺍﺳْﺘَﻐْﻔَﺮَ ﻟَﻬُﻢُ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝُ ﻟَﻮَﺟَﺪُﻭﺍْ ﺍﻟﻠّﻪَ ﺗَﻮَّﺍﺑًﺎ ﺭَّﺣِﻴﻤًﺎ
Artinya : "Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

Dalil dari hadis dan ayat-ayat alquran.

(1). Tawassul dengan naman-nama allah (al-Asma’ al-Husna)
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا
[سورة اﻷعراف 180]
Allah berfirman yang artinya “Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu”. (Al-A’raf:180)

(2). Tawassul kepada nabi Muhammad SAW sebelum lahir.

A. Tawassulnya orang yahudi pada nabi mihammad saw, sebelum nabi lahir.
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كَانَتْ يَهُودُ خَيْبَرَ تُقَاتِلُ غَطَفَانَ، فَكُلَّمَا الْتَقَوْا هُزِمَتْ يَهُودُ خَيْبَرَ، فَعَاذَتِ الْيَهُودُ بِهَذَا الدُّعَاءِ وَقَالَتْ: اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ بِحَقِّ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي وَعَدْتَنَا أَنْ تُخْرِجَهُ لَنَا فِي آخِرِ الزَّمَانِ إِلَّا نَصَرْتَنَا عَلَيْهِمْ، قَالَ: فَكَانُوا إِذَا الْتَقَوْا دَعَوْا بِهَذَا الدُّعَاءِ، فَهَزَمُوا غَطَفَانَ، فَلَمَّا بُعِثَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - كَفَرُوا بِهِ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا}
Ibnu abbas ra. berkata:
Dahulu Org yahudi khaibar berperang dgn qabilah ghathafan, setiap kali mereka bertemu (dlm perang) mereka selalu dibuat kocar-kacir (kalah), maka akhirnya mereka (yahudi) meminta perlindungan kepada Allah swt melalui doa ini : "ya Allah, kami meminta kepadaMu dgn haq (martabat) Nabi yg ummi sebagaimana yg telah Engkau janjikan kepada kami untuk Engkau keluarkan (utus) kepada kami di akhir zaman kecuali Engkau memberi kami kemenangan mengalahkan mereka(ghathafan)".
Ibnu Abbas berkata : ketika mereka (yahudi) bertemu dgn qabilah ghathfan mereka berdoa dgn doa ini, mama qabilah ghathfan menjadi kalah.
tapi ketika Nabi Muhammad saw diutus kepada mereka, mereka kufur kepadanya.
Maka allah menurunkan ayat ini:
وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا
padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir.
(Surah albaqarah .89)
(Tasfir ibnu kastir, dan tafsir-tasfir yg lain, dlm asbabunnuzul).
Sudah jelas sekali bagaimana tawassul itu sangat boleh bahkan sebelum adanya islam,
Dan ini dalam nash alquran, yahudi bertawassul, sedang nabinya belum ada :) .

B. Tawassulnya nabi adam pada nabi saw.
Imam Hakim Annisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa Nabi bersabda :
ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﻟﻤﺎ ﺍﻗﺘﺮﻑ ﺁﺩﻡ ﺍﻟﺨﻄﻴﺌﺔ ﻗﺎﻝ : ﻳﺎ ﺭﺑﻰ ! ﺇﻧﻰ ﺃﺳﺄﻟﻚ ﺑﺤﻖ ﻣﺤﻤﺪ ﻟﻤﺎ ﻏﻔﺮﺗﻨﻰ ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ : ﻳﺎ ﺁﺩﻡ ﻛﻴﻒ ﻋﺮﻓﺖ ﻣﺤﻤﺪﺍ ﻭﻟﻢ ﺃﺧﻠﻘﻪ ﻗﺎﻝ : ﻳﺎ ﺭﺑﻰ ﻷﻧﻚ ﻟﻤﺎ ﺧﻠﻘﺘﻨﻰ ﺑﻴﺪﻙ ﻭﻧﻔﺨﺖ ﻓﻲّ ﻣﻦ ﺭﻭﺣﻚ ﺭﻓﻌﺖ ﺭﺃﺳﻰ ﻓﺮﺃﻳﺖ ﻋﻠﻰ ﻗﻮﺍﺋﻢ ﺍﻟﻌﺮﺵ ﻣﻜﺘﻮﺑﺎ
ﻻﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻌﻠﻤﺖ ﺃﻧﻚ ﻟﻢ ﺗﻀﻒ ﺇﻟﻰ ﺇﺳﻤﻚ ﺇﻻ ﺃﺣﺐ ﺍﻟﺨﻠﻖ ﺇﻟﻴﻚ ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ : ﺻﺪﻗﺖ ﻳﺎ ﺁﺩﻡ ﺇﻧﻪ ﻷﺣﺐ ﺍﻟﺨﻠﻖ ﺇﻟﻲ، ﺍﺩﻋﻨﻰ ﺑﺤﻘﻪ ﻓﻘﺪ ﻏﻔﺮﺕ ﻟﻚ، ﻭﻟﻮﻻ ﻣﺤﻤﺪ ﻣﺎ ﺧﻠﻘﺘﻚ.
ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺴﺘﺪﺭﻙ ﻭﺻﺤﺤﻪ
Artinya : "Rasulullah s.a.w. bersabda:"Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau ampuni diriku". Lalu Allah berfirman:"Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum aku jadikan?" Adam menjawab:"Ya Tuhanku ketika Engkau ciptakan diriku dengan tanganMu dan Engkau hembuskan ke dalamku sebagian dari ruhMu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis "Laailaaha illallaah muhamadun rasulullah" maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada namaMu kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai". Allah menjawab:"Benar Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, bredoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu, Kalau bukan karena Muhammad tidak Aku ciptakan kamu" Imam Hakim berkata bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanadnya.

Demikian juga Imam Baihaqi dalam kitabnya Dalail Annubuwwah, Imam Qostholany dalam kitabnya Almawahib 2/392 , Imam Zarqoni dalam kitabnya Syarkhu Almawahib Laduniyyah 1/62, Imam Subuki dalam kitabnya Shifa’ Assaqom dan Imam Suyuti dalam kitabnya Khosois Annubuwah, mereka semua mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih. Dan dalam riwayat lain,
Imam Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas dengan redaksi :
ﻓﻠﻮﻻ ﻣﺤﻤﺪ ﻣﺎ ﺧﻠﻘﺖ ﺁﺩﻡ ﻭﻻ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻭﻻ ﺍﻟﻨﺎﺭ.
ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺴﺘﺪﺭﻙ
(ﺝ: 2 ﻭﺹ 615: )
(Kalau bukan karena Muhammad aku tidak menciptakan adam, surga dan neraka).
Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih segi sanad, demikian juga Syekh Islam Albulqini dalam fatawanya mengatakan bahwa ini adalah shohih, dan Syekh Ibnu Jauzi memaparkan dalam permulaan kitabnya Alwafa’ , dan dinukil oleh Ibnu Kastir dalam kitabnya Bidayah Wannihayah 1/180.

Walaupun dalam menghukumi hadis ini tidak ada kesamaan dalam pandangan ulama’, hal ini disebabkan perbedaan mereka dalam jarkh wattta’dil (penilaian kuat dan tidak) terhadap
seorang rowi, akan tetapi dapat diambil kesimpulan bahwa tawassul terhadap Nabi Muhammad SAW adalah boleh, Kapanpun dan dimanapun, setelah wafat ataupun sebelum lahir.

(3). Tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam masa hidupnya.

A. Kholifah umar bin khattab ra, bertawassul dengan nabi saw, dan pada paman nabi saw, sayyidina abbas ra.
Di Riwayat imam bukhori:
ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺇﻥ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﺧﻄﺎﺏ ﻛﺎﻥ ﺇﺫﺍ ﻗﻄﺤﻮﺍ ﺍﺳﺘﺴﻘﻰ ﺑﺎﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ ﻓﻘﺎﻝ : ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺇﻧﺎ ﻛﻨﺎ ﻧﺘﻮﺳﻞ ﺇﻟﻴﻚ ﺑﻨﺒﻴﻨﺎ ﻓﺘﺴﻘﻴﻨﺎ ﻭﺇﻧﺎ ﻧﻨﺘﻮﺳﻞ ﺇﻟﻴﻚ ﺑﻌﻢ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻓﺎﺳﻘﻨﺎ ﻗﺎﻝ : ﻓﻴﺴﻘﻮﻥ.
ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ ﻓﻰ ﺻﺤﻴﺤﻪ ﺝ: 1 ﺹ 137.
Artinya : Riwayat Bukhari: dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Abbas berkata:"Ya Tuhanku sesungguhkan kami bertawassul (berperantara) kepadamu melalui nabi kami maka engkau turunkan hujan pada kami, dan sekarang kami bertawassul dengan paman nabi kami maka turunkanlah hujan kepada kami. Lalu turunlah hujan.

B. Sahabat yg buta da lemah bertawassul kepada nabi swa.
Diriwatyatkan oleh Imam Hakim :
ﻋﻦ ﻋﺜﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﺣﻨﻴﻒ ﻗﺎﻝ ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺟﺎﺀﻩ ﺭﺟﻞ ﺿﺮﻳﺮ
ﻓﺸﻜﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﺫﻫﺎﺏ ﺑﺼﺮﻩ، ﻓﻘﺎﻝ : ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ! ﻟﻴﺲ ﻟﻰ ﻗﺎﺋﺪ ﻭﻗﺪ ﺷﻖ ﻋﻠﻲ ﻓﻘﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : :ﺍﺋﺖ ﺍﻟﻤﻴﻀﺎﺓ ﻓﺘﻮﺿﺄ ﺛﻢ ﺻﻞ ﺭﻛﻌﺘﻴﻦ ﺛﻢ ﻗﻞ : ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺇﻧﻰ ﺃﺳﺄﻟﻚ ﻭﺃﺗﻮﺟﻪ ﺇﻟﻴﻚ ﻟﻨﺒﻴﻚ ﻣﺤﻤﺪ ﻧﺒﻲ ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﻳﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺇﻧﻰ ﺃﺗﻮﺟﻪ ﺑﻚ ﺇﻟﻰ ﺭﺑﻚ ﻓﻴﺠﻠﻰ ﻟﻰ ﻋﻦ ﺑﺼﺮﻯ، ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺷﻔﻌﻪ ﻓﻲّ ﻭﺷﻔﻌﻨﻰ ﻓﻰ ﻧﻔﺴﻰ، ﻗﺎﻝ ﻋﺜﻤﺎﻥ : ﻓﻮﺍﻟﻠﻪ ﻣﺎ ﺗﻔﺮﻗﻨﺎ ﻭﻻ ﻃﺎﻝ ﺑﻨﺎ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺣﺘﻰ ﺩﺧﻞ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻭﻛﺄﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺑﻪ ﺿﺮ .
ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺴﺘﺪﺭﻙ
Artinya : Dari Utsman bin Hunaif: "Suatu hari seorang yang lemah dan buta datang kepada Rasulullah s.a.w. berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai orang yang menuntunku dan aku merasa berat" Rasulullah berkata"Ambillah air wudlu, lalu beliau berwudlu dan sholat dua rakaat, dan berkata:"bacalah doa (artinya)" Ya Allah sesungguhnya aku memintaMu dan menghadap kepadaMu melalui nabiMu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat". Utsman berkata:"Demi Allah kami belum lagi bubar dan belum juga lama pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar". (Hadist riwayat Hakim di Mustadrak)

Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanad walaupun Imam Bukhori dan Imam Muslim tidak meriwayatkan dalam kitabnya. Imam Dzahabi mengatakatan bahwa hadis ini adalah shohih, demikian juga Imam Turmudzi dalam kitab Sunannya bab Daa’wat mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan shohih ghorib. Dan Imam Mundziri dalam kitabnya Targhib Wat-Tarhib 1/438, mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Majah dan Imam Khuzaimah dalam kitab shohihnya.

(4). Tawassul kepada nabi Muhammad SAW setelah meninggal.

A. Penduduk madinah bertawassul kepada nabi saw, (setelah wafatnya).
Diriwayatkan oleh Imam Addarimi :
ﻋﻦ ﺃﺑﻰ ﺍﻟﺠﻮﺯﺍﺀ ﺃ ﻭﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﻝ : ﻗﺤﻂ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻗﺤﻄﺎ ﺷﺪﻳﺪﺍ ﻓﺸﻜﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﻓﻘﺎﻟﺖ : ﺍﻧﻈﺮﻭﺍ ﻗﺒﺮ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﻓﺎﺟﻌﻠﻮﺍ ﻣﻨﻪ ﻛﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﺣﺘﻰ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﻴﻨﻪ ﻭﺑﻴﻦ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﺳﻘﻒ ﻗﺎﻝ : ﻓﻔﻌﻠﻮﺍ ﻓﻤﻄﺮﻭﺍ ﻣﻄﺮﺍ ﺣﺘﻰ ﻧﺒﺖ ﺍﻟﻌﺸﺐ ﻭﺳﻤﻨﺖ ﺍﻹﺑﻞ ﺣﺘﻰ ﺗﻔﺘﻘﻂ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﺤﻢ ﻓﺴﻤﻲ ﻋﺎﻡ ﺍﻟﻔﺘﻖ.
ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﺪﺍﺭﻣﻰ ﺝ : 1 ﺹ : 43
Artinya : Dari Aus bin Abdullah: "Sautu hari kota Madina mengalami kemarau panjang, lalu datanglah penduduk Madina ke Aisyah (janda Rasulullah s.a.w.) mengadu tentang kesulitan tersebut, lalu Aisyah berkata: "Lihatlah kubur Nabi Muhammad s.a.w. lalu bukalah sehingga tidak ada lagi atap yang menutupinya dan langit terlihat langsung", maka merekapun melakukan itu kemudian turunlah hujan lebat sehingga rumput-rumput tumbuh dan onta pun gemuk, maka disebutlah itu tahun gemuk" (Riwayat Imam Darimi)

B. Nabi muhammad saw, mengajari sorang sahabat, secara khusus, dan untuk semua ummat islam secara umum.
Dalam hadist riwayat imam tirmidzi.
ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﻋﻠﻢ ﺷﺨﺼﺎ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ : ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺇﻧﻰ ﺃﺳﺄﻟﻚ ﻭﺃﺗﻮﺳﻞ ﺇﻟﻴﻚ ﺑﻨﺒﻴﻚ ﻣﺤﻤﺪ ﻧﺒﻲ ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﻳﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺇﻧﻰ ﺃﺗﻮﺟﻪ ﺑﻚ ﺇﻟﻰ ﺭﺑﻚ ﻓﻴﺠﻠﻰ ﺣﺎﺟﺘﻰ ﻟﻴﻘﻀﻴﻬﺎ ﻓﺸﻔﻌﻪ ﻓﻲّ .
ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﺘﺮﻣﻴﺬﻯ ﻭﺻﺤﺤﻪ
Artinya : Rasulullah s.a.w. mengajari seseorang berdoa: (artinya)"Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabi-Mu Muhammad yang penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul denganmu kepada Allah agar dimudahkan kebutuhanku maka berilah aku sya'faat".
(Hr attirmidzi dan beliau mensohehkannya).
Hadist ini memberi kesimpulan arti, bahwa hukumnya berlaku secara continue,
Entah nabi saw dalam keadaan hidup, atau sekarang (dalam keadaan wafat).

C. Nabi saw bertawassul kepada nabi-nabi yg dahulu (tentunya sudah wafat semua).
Seperti riwayat kisah Rasulullah saw pada saat Fatimah binti Asad (ibu Ali bin Abi Thalib) wafat. Rasulullah Saw bersabda:
قال: «الله الذي يحيي ويميت وهو حي لا يموت، اغفر لأمي فاطمة بنت أسد، ولقنها حجتها، ووسع عليها مدخلها، بحق نبيك والأنبياء الذين من قبلي فإنك أرحم الراحمين» وكبر عليها أربعا، وأدخلوها اللحد هو والعباس، وأبو بكر الصديق رضي الله عنهم.
رواه الطبراني، و شرح البخاري للسفيري، المجالس الوعظية في  شرح أحاديث خير البرية
“Allah yang menghidupkan dan yang mematikan dan Dialah yang hidup tidak mati; Ampunilah! Untuk Ibu saya Fathimah binti Asad dan ajarkanlah kepadanya hujjah (jawaban ketika ditanya malaikat) kepadanya dan luaskan kuburnya dengan wasilah kebenaran Nabimu dan kebenaran para Anbiya’ sebelum saya, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dan Rasulullah takbir empat kali dan mereka memasukkan ke dalam kubur ia (Rasulullah), Sahabat Abbas Abu Bakar As-Shaddiq r.a.”
(HR Thabrani)
Hadist ini membuktikan bahwa nabi saw bertawassul kepada nabi-nabi sebelum nabi muhammad saw, yg jauh sudah wafat.

D. Nabi saw mengajarkan sahabat abu bakar ra, bertawassul kepada nab ibrohim.
Seperti diRiwayat Ibnu Hibban:
ﻋَﻠَّﻢَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃَﺑَﺎ ﺑَﻜْﺮٍ ﺍﻟﺼِّﺪِّﻳْقَ ﺃَﻥْ ﻳَﻘُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠّٰﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲْ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻤُﺤَﻤَّﺪٍ ﻧَﺒِﻴِّﻚَ ﻭَﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴْﻢَ ﺧَﻠِﻴْﻠِﻚَ ﻭَﻣُﻮْﺳٰﻰ ﻧَﺠِﻴِّﻚَ ﻭَﻋِﻴْﺴٰﻰ ﻛَﻠِﻤَﺘِﻚَ ﻭَﺭُﻭْﺣِﻚَ ﻭَﺑِﺘَﻮْﺭَﺍﺓِ ﻣُﻮْﺳٰﻰ ﻭَﺇِﻧْﺠِﻴْﻞِ ﻋِﻴْﺴٰﻰ ﻭَﺯَﺑُﻮْﺭِ ﺩَﺍﻭُﺩَ ﻭَﻓُﺮْﻗَﺎﻥِ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭَﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺃَﺟْﻤَﻌِﻴْﻦَ ..... ﺍﻟْﺤَﺪِﻳْﺚَ
“Rasulullah e mengajarkan doa kepada Abu Bakar al-Shiddiq: Ya Allah. Saya meminta kepada-Mu dengan Muhammad Nabi-Mu, Ibrahim kekasih-Mu, Musa yang Engkau selamatkan, Isa kalimat dan yang Engkau tiupkan ruh-Mu, dan dengan Taurat Musa, Injil Isa, Zabur Dawud dan al-Quran Muhammad. Semoga Allah memberi shalawat dan salam kepada semuanya….”.
Hadits ini dikutip oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya'. Walau secara sanad hadist ini dhoif, tapi hukum aswaja, tidak masalah dengan hadist dhoif, di dalam fadhoil (keutama'an2 ).
Walaupun ini tidak di anggap oleh mereka.
Tidak masalah, karena di atas sudah cukup kuat dalil-dalilnya.

E. Utsman bin Hunaif mengajari orang buta bertawassul:
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ  أَنَّ رَجُلاً كَانَ يَخْتَلِفُ إِلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ  فِيْ حَاجَتِهِ وَكَانَ عُثْمَانُ لَا يَلْتَفِتُ إِلَيْهِ وَلَا يَنْظُرُ فِيْ حَاجَتِهِ فَلَقِيَ ابْنَ حُنَيْفٍ فَشَكَا ذَلِكَ إِلَيْهِ فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ ائْتِ الْمِيْضَأَةَ فَتَوَضَّأْ ثُمَّ ائْتِ الْمَسْجِدَ فَصَلِّ فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّيْ أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ فَيَقْضِيْ لِيْ حَاجَتِيْ وَتَذْكُرُ حَاجَتَكَ حَتَّى أَرْوَحَ مَعَكَ، فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ فَصَنَعَ مَا قَالَ لَهُ ثُمَّ أَتَى بَابَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ  فَجَاءَهُ الْبَوَّابُ حَتَّى أَخَذَ بِيَدِهِ فَأَدْخَلَهُ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَأَجْلَسَهُ مَعَهُ عَلَى الطِّنْفِسَةِ فَقَالَ حَاجَتُكَ فَذَكَرَ حَاجَتَهُ وَقَضَاهَا لَه.ُ
رواه الطبرانى فى المعجم الكبير والبيهقى في دلائل النبوة
“Diriwayatkan dari Utsman bin Hunaif (perawi hadis yang menyaksikan orang buta bertawassul kepada Rasulullah) bahwa ada seorang laki-laki datang kepada (Khalifah) Utsman bin Affan untuk memenuhi hajatnya, namun sayidina Utsman tidak menoleh ke arahnya dan tidak memperhatikan kebutuhannya. Kemudian ia bertemu dengan Utsman bin Hunaif (perawi) dan mengadu kepadanya. Utsman bin Hunaif berkata: Ambillah air wudlu' kemudian masuklah ke masjid, salatlah dua rakaat dan bacalah: “Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui nabi-Mu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta Tuhanmu melaluimu agar hajatku dikabukan. Sebutlah apa kebutuhanmu”. Lalu lelaki tadi melakukan apa yang dikatakan oleh Utsman bin Hunaif dan ia memasuki pintu (Khalifah) Utsman bin Affan. Maka para penjaga memegang tangannya dan dibawa masuk ke hadapan Utsman bin Affan dan diletakkan di tempat duduk. Utsman bin Affan berkata: Apa hajatmu? Lelaki tersebut menyampaikan hajatnya, dan Utsman bin Affan memutuskan permasalahannya”.
(HR. Al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwwah).
Ulama Ahli hadits al-Hafidz al-Haitsami berkata:
وَقَدْ قَالَ الطَّبْرَانِيُّ عَقِبَهُ وَالْحَدِيْثُ صَحِيْحٌ بَعْدَ ذِكْرِ طُرُقِهِ الَّتِيْ رَوٰى بِهَا. مجمع الزوائد ومنبع الفوائد
“Dan sungguh al-Thabrani berkata (setelah al-Thabrani menyebut semua jalur riwayatnya): Riwayat ini sahih”. (Majma’ al-Zawaid, II/565).
Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki berkata:
هَذِهِ الْقِصَّةُ صَحَّحَهَا الْحَافِظُ الطَّبْرَانِيُّ وَالْحَافِظُ اَبُوْ عَبْدِ اللهِ الْمَقْدِسِيِّ وَنَقَلَ ذَلِكَ التَّصْحِيْحَ الْحَافِظُ الْمُنْذِرِيُّ وَالْحَافِظُ نُوْرُ الدِّيْنِ الْهَيْثَمِيُّ.
كلمة فى التوسل ۷
“Kisah ini disahihkan oleh al-Hafidz al-Thabrani dan al-Hafidz Abu Abdillah al-Maqdisi, dikutip oleh al-Hafidz al-Mundziri dan al-Hafidz Nuruddin al-Haitsami”. (Kalimat fi al-Tawassul, 7).
Ibnu Taimiyah mengutip doa tawassul seperti diatas dan ia mengatakan bahwa ulama salaf membacanya, yaitu:
رَوَى ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا فِيْ كِتَابِ مُجَابِي الدُّعَاءِ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُوْ هَاشِمٍ سَمِعْتُ كَثِيْرَ بْنَ مُحَمَّدِ بْنِ كَثِيْرِ بْنِ رِفَاعَةَ يَقُوْلُ جَاءَ رَجُلٌ إلَى عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ سَعِيْدِ بْنِ أَبْجَرَ فَجَسَّ بَطْنَهُ فَقَالَ بِكَ دَاءٌ لَا يَبْرَأُ. قَالَ مَا هُوَ؟ قَالَ الدُّبَيْلَةُ. قَالَ فَتَحَوَّلَ الرَّجُلُ فَقَالَ اللهَ اللهَ اللهَ رَبِّيْ لَا أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا اللّٰهُمَّ إنِّيْ أَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ صلى الله عليه وسلم تَسْلِيْمًا يَا مُحَمَّدُ إنِّيْ أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ وَرَبِّيْ يَرْحَمُنِيْ مِمَّا بِيْ. قَالَ فَجَسَّ بَطْنَهُ فَقَالَ قَدْ بَرِئَتْ مَا بِكَ عِلَّةٌ. قُلْتُ فَهَذَا الدُّعَاءُ وَنَحْوُهُ قَدْ رُوِيَ أَنَّهُ دَعَا بِهِ السَّلَفُ وَنُقِلَ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ فِيْ مَنْسَكِ الْمَرْوَذِيِّ التَّوَسُّلُ بِالنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي الدُّعَاءِ وَنَهَى عَنْهُ آخَرُوْنَ مجموع الفتاوى ۱/۲۶۴ وقاعدة جليلة في التوسل والوسيلة ۲/۱۹۹
“Ibnu Abi al-Dunya meriwayatkan dari Katsir bin Muhammad, Ada seorang laki-laki datang ke Abdul Malik bin Said bin Abjar. Abdul Malik memegang perutnya dan berkata: “Kamu mengidap penyakit yang tidak bisa disembuhkan”. Lelaki itu bertanya: “Penyakit apa?” Ia menjawab: “Penyakit dubailah (semacam tumor dalam perut)”. Kemudian laki-laki tersebut berpaling dan berdoa: “Allah Allah Allah.. Tuhanku, tiada suatu apapun yang yang menyekutuinya.
Ya Allah, saya menghadap kepadaMu dengan nabiMu Muhammad Nabi yang rahmah Saw. Wahai Muhammad saya menghadap pada Tuhanmu denganmu (agar) Tuhanku menyembuhkan penyakitku”.
Lalu Abdul Malik memegang lagi perutnya dan ia berkata: “Penyakitmu telah sembuh”.
Saya (Ibnu Taimiyah) berkata: “Doa semacam ini diriwayatkan telah dibaca oleh ulama' salaf, dan diriwayatkan dari Ahmad bin Hanbal dalam al-Mansak al-Marwadzi bahwa beliau bertawassul dengan Rasulullah dalam doanya. Namun ulama yang lain melarang tawassul”.
(Majmu' al-Fatawa, I/264, dan al-Tawassul wa al-Wasilah, II/199)

F. Tawassulnya Bilal bin Haris al-Muzani dengan nabi.
وَرَوَى اِبْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ مِنْ رِوَايَةِ أَبِيْ صَالِحٍ السَّمَّانِ عَنْ مَالِك الدَّارِيِّ - وَكَانَ خَازِنَ عُمَرَ - قَالَ أَصَابَ النَّاسَ قَحْطٌ فِيْ زَمَنِ عُمَرَ فَجَاءَ رَجُلٌ إِلَى قَبْرِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ اِسْتَسْقِ لِأُمَّتِكَ فَإِنَّهُمْ قَدْ هَلَكُوْا فَأَتَى الرَّجُلَ فِيْ الْمَنَامِ فَقِيْلَ لَهُ اِئْتِ عُمَرَ ... الْحَدِيْثَ. وَقَدْ رَوَى سَيْفٌ فِي الْفُتُوْحِ أَنَّ الَّذِيْ رَأَى الْمَنَامَ الْمَذْكُورَ هُوَ بِلَالُ بْنُ الْحَارِثِ الْمُزَنِيُّ أَحَدُ الصَّحَابَة.ِ
ابن حجر فتح الباري ۳/۴۴۱ وابن عساكر تاريخ دمشق ۵۶/۴۸۹
“Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan hadis dengan sanad yang sahih dari Abi Shaleh Samman, dari Malik al-Dari (Bendahara Umar), ia berkata: Telah terjadi musim kemarau di masa Umar, kemudia ada seorang laki-laki (Bilal bin Haris al-Muzani) ke makam Rasulullah Saw, ia berkata: Ya Rasullah, mintakanlah hujan untuk umatmu, sebab mereka akan binasa. Kemudian Rasulullah datang kepada lelaki tadi dalam mimpinya, beliau berkata: Datangilah Umar…. (Al-hadist)
Saif meriwayatkan dalam kitab al-Futuh lelaki tersebut adalah Bilal bin Haris al-Muzani salah satu Sahabat Rasulullah”. (Ibnu Hajar, Fathul Bari, III/441, dan Ibnu 'Asakir, Tarikh Dimasyqi, 56/489).

G. Tawassul sepanjang masa dalam ayat alquran.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
[سورة المائدة 35]
Allah swt berfirman : “Hai orang – orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah swt dan carilah perantara yang dapat mendekatkan kepada Allah SWT dan berjuanglah di jalan Allah swt, agar kamu mendapatkan keberuntungan” .
(QS. Al-Maidah-35).
Sayid Muhammad bin Alawi Al-Maliki memberikan komentar tentang ayat ini: Bahwa yang dimaksud dengan الوسيلة dalam ayat ini adalah setiap sesuatu yang dijadikan pendekatan/perantara kepada Alloh SWT, lebih lanjut beliau menjelaskan :
وَلَفْظُ اْلوَسِيْلَةِ عَامٌ فِى اْلآيَهِ كَمَا تَرَى فَهُوَ شَامِلٌ لِلتَّوَاسُلِ بِاالذَّوَاتِ اْلفَاضِلَةِ مِنَ اْلاَنْبِيَاءِ وَالصَّالحِيِْنَ فِى اْلحَيَاةِ وَبَعْدَ اْلمَمَاتِ وَباِلْاتِيْاَنِ بِاْلاَعْمَالِ الصَّالِحَةِ عَلَى اْلوَجْهِ اْلمَأْمُوْرِ بِهِ وَلِلتَّوَاسُلِ بِهَا بَعْدَ وُقُوْعِهَا.
Seperti yang kamu ketahui bahwa lafal الوسيلة pada ayat diatas bersifat umum yang memungkinkan artinya berwasilah dengan dzat-dzat yang utama seperti para Nabi, orang-orang soleh, baik dalam masa hidup mereka maupun sudah mati, juga memungkinkan diartikan berwasilah dengan amal-amal soleh dengan menjalankan amal-amal soleh itu dan dijadikan perantara untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT.
Dalam Tafsir Shawi dijelaskan:
وَيَصِحُّ اَنَّ اْلمُرَادَ بِالتَّقْوَى اِمْتتَِالُ اْلمَأْمُوْرَاتِ الْوَاجِبَةِ وَتَرْكُ اْلمَنْهِيَّاتِ اْلمُحَرَّمَةِ وّابْتِغَاءِالْوَسِيْلَةَ مَايُقِرُّبِهِ اِلَيْهِ مُطْلَقًا، وَمِنْ جُمْلَةِ ذَلِكَ مَحَبَّةُاَنْبِيَاءِ اللهِ تَعَلَى وَاَوْلِيَائِهِ وَالصَّدَقَاتِ وَزِيَارَةِ اَحْبَابِ اللهِ وَكَشْرَةِ الدُّّعَاءِ وَصِلَةِ الرَّحِمِ وَكَشْرَةِ الذِّكْرِ وَغَيْرِذَلِكَ.فَالْمَعْنَ ى كُلُّ مَا يُقَرِّ بُكُمْ اِلَى اللهِ فَالْزَمُوْهُ وَاتْرُكُوْامَا يُبْعِدُكُمْ عَنْهُ اِذَاعَلِمْتَ ذَلِكَ. فَمِنَ الضَّلَالِ اْلمُِيْن وَالْخُسْرَانِ الظَّاهِرِ يَكْفِيْرُ الْمُسْلِمِيْنَ بِزِيَارَةِ أَوْلِيَاءِ اللهِ زَاعِمِيْنَ اَنَّ زِيَارَتَهُمْ مِنْ عِبَادَةِ غَيْرِ اللهِ كَلَّا بَلْ هِيَ مِنْ جُمْلَةِ الْمَحْبَةِ فِى اللهِ الَّتِى قَالَ فِيْهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلَا لَا اِيْمَانَ لِمَنْ لَا مَحَبَّةَ لَهُ، وَالْوَسِيْلَةِ لَهُ الَّتِى قَالَ اللهُ فِيْهَا: وَابْتَغُواْ اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ:.اھ ΅
Yang dimaksud dwngan taqwa yaitu menjalankan perintah-perintah yang wajib dan menjauhi larangan-larangan yang diharamkan juga mencari perantara untuk mendekatkan kepada Alloh, secara mutlak. Dan termasuk di dalamnya adalah mencari para Nabi, wali-wali Alloh, sodaqoh, menziarahi kekasih-kekasih Alloh, memperbanyak do’a, silaturahim, memperbanyak dzikir dan lain sebagainya. Artinya menjalankan sasuatu yang dapat menjauhkan kita dari Alloh . Maka sesuatu yang dapat mendekatkan kita kepada Alloh dan meninggalkan sesuatu yang dapat menjauhkan kita dari Alloh. Maka suatu kesesatan yang jelas dan kerusakan yang jelas juga bila mengkairkan orang-orang yang berziarah kemakam-makam wali Al;loh dengan menganggap bahwa ziarah adalah sirik. Padahal ziarah itu sebagian bentuk mahabbah kepada Alloh seperti yang Rosululloh sabdakan” tiadakah iman bagi orang yang tidak mempunyai perantara kepada Alloh sp yang Alloh Firmankan: Carilah perantara untuk menuju Alloh.”

(5). Faidah, manfaat tawassul di dalam kubur (orang yg meninggal bertawassul pada yg meninggal),
Jika allah memberikan kita ketuguhan dalam menjawab pertanyaan mungkar dan nakir, maka dalam kisah ini, bertwassul dalam kubur termasuk dari jawaban ampuh:
رَوَى ابْنُ الْجَوْزِيِّ بِسَنَدِهِ إِلَيْهِ قَالَ: كَانَ لَنَا شَيْخٌ نَقْرَأُ عَلَيْهِ فَمَاتَ بَعْضُ أَصْحَابِهِ فرآه فِي الْمَنَامِ فَقَالَ لَهُ: مَا فَعَلَ اللَّهُ بِكَ؟ قَالَ: غَفَرَ لِي. قَالَ: فَمَا كَانَ حَالُكَ مَعَ مُنْكَرٍ وَنَكِيرٍ؟ قَالَ: لَمَّا أَجْلَسَانِي وسألاني ألهمنى الله أَنْ قُلْتُ: بِحَقِّ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ، فقال أحدهما للآخر: قد أقسم بعظيمين فَدَعْهُ، فَتَرَكَانِي وَذَهَبَا
[ البداية والنهاية]
المؤلف: أبو الفداء إسماعيل بن عمر بن كثير القرشي البصري ثم الدمشقي (المتوفى: 774هـ)
Ibnu al-jauzi meriwayatkan dengan sanadnya yg di sandarkan kepadanya,
Beliau berkata: saya mempunyai guru, yg saya mengaji kepadanya, naka mati sebagian sahabatnya, lantas guru saya bermimpi (bertemu di dalam mimpinya) dan beliau berkata padanya:
Apa yg di lakukan allah kepadamu?
Dia menjawab: allah telah mengampuni aku,
Guru bertanya: terus bagaimana keadaanmu dengan malaikat munkar dan nakir?
Dia menjawab: saat dia (munkar nakir) mendudukkan aku, dan mengintrograsi aku, maka allah meng-ilhami aku supaya berkata " demi haq (martabat) abu bakar dan umar", dan berkata satu pada yg lainnya, "dia sungguh telah bersumpah (tawassul) dengan dua orang yg sangat agung, maka tinggalkanlah" . maka keduanya meninggalkan aku dan pergi.
(Bidayah wannihayah, ibnu kastir).
Jika mereka mengatakan kisah ini bohong atau dusta. Maka sekali-kali mereka jangan pernah mengutip semua kitab ibnu kastir, karena beliau yg mengutip kisah ini.

(6). Nabi Muhammad SAW melakukan tawassul .
ﻋﻦ ﺃﺑﻰ ﺳﻌﻴﺪ ﺍﻟﺤﺬﺭﻱ ﻗﺎﻝ : ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﻣﻦ ﺧﺮﺝ ﻣﻦ ﺑﻴﺘﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺼﻼﺓ، ﻓﻘﺎﻝ : ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺇﻧﻰ ﺃﺳﺄﻟﻚ ﺑﺤﻖ ﺍﻟﺴﺎﺋﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻚ ﻭﺑﺤﻖ ﻣﻤﺸﺎﻯ ﻫﺬﺍ ﻓﺈﻧﻰ ﻟﻢ ﺃﺧﺮﺝ ﺷﺮﺍ ﻭﻻ ﺑﻄﺮﺍ ﻭﻻ ﺭﻳﺎﺀﺍ ﻭﻻ ﺳﻤﻌﺔ، ﺧﺮﺟﺖ ﺇﺗﻘﺎﺀ ﺷﺨﻄﻚ ﻭﺍﺑﺘﻐﺎﺀ ﻣﺮﺿﺎﺗﻚ ﻓﺄﺳﺄﻟﻚ ﺃﻥ ﺗﻌﻴﺬﻧﻰ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ، ﻭﺃﻥ ﺗﻐﻔﺮ ﻟﻰ ﺫﻧﻮﺑﻰ، ﺇﻧﻪ ﻻ ﻳﻐﻔﺮ ﺍﻟﺬﻧﻮﺏ ﺇﻻ ﺃﻧﺖ، ﺃﻗﺒﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻮﺟﻬﻪ ﻭﺍﺳﺘﻐﻔﺮ ﻟﻪ ﺳﺒﻌﻮﻥ ﺃﻟﻒ ﻣﻠﻚ.
ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﻭﺃﺣﻤﺪ ﻭﺑﻦ ﺣﺰﻳﻤﺔ ﻭﺃﺑﻮ ﻧﻌﻴﻢ ﻭﺑﻦ ﺳﻨﻰ
Artinya : Dari Abi Said al-Khudri: Rasulullah s.a.w. bersabda:"Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk melaksanakan sholat, lalu ia berdoa: (artinya) Ya Allah sesungguhnya aku memintamu melalui orang-orang yang memintamu dan melalui langkahku ini, bahwa aku tidak keluar untuk kejelekan, untuk kekerasan, untuk riya dan sombong, aku keluar karena takut murkaMu dan karena mencari ridlaMu, maka aku memintaMu agar Kau selamatkan dari neraka, agar Kau ampuni dosaku sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali diriMu", maka Allah akan menerimanya dan seribu malaikat memintakan ampunan untuknya".
(Riwayat Ibnu Majah dll.).
Imam Mundziri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dengan sanad yang ma'qool, akan tetap Alhafidz Abu Hasan mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan. ( Targhib Wattarhib 2/ 119).  Alhafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Abu Na’im dan Ibnu Sunni. (Nataaij Alafkar 1/272). Imam Al I’roqi dalam mentakhrij hadis ini dikitab Ikhya’ Ulumiddin mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan, (1/323). Imam Bushoiri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah dan hadis ini shohih, (Mishbah Alzujajah 1/98).
Pandangan Para Ulama’ Tentang Tawassul Untuk mengetahui sejauh mana pembahasan tawassul telah dikaji para ulama, ada baiknya kita tengok pendapat para ulama terdahulu. Kadang sebagian orang masih kurang puas, jika hanya menghadirkan dalil-dalil tanpa disertai oleh pendapat ulama’, walaupun sebetulnya dengan dalil saja tanpa harus menyartakan pendapat ulama’ sudah bisa dijadikan landasan bagi orang meyakininya. Namun untuk lebih memperkuat pendapat tersebut, maka tidak ada salahnya jika disini dipaparkan pandangan ulama’ mengenai hal tersebut.

Pandangan Ulama Madzhab :
Pada suatu hari ketika kholifah Abbasiah Al- Mansur datang ke Madinah dan bertemu dengan Imam Malik, maka beliau bertanya:"Kalau aku berziarah ke kubur nabi, apakah menghadap kubur atau qiblat? Imam Malik menjawab:"Bagaimana engkau palingkan wajahmu dari (Rasulullah) padahal ia perantaramu dan perantara bapakmu Adam kepada Allah, sebaiknya menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaat maka Allah akan memberimu syafaat".
(Al-Syifa' karangan Qadli 'Iyad al-Maliki jus: 2 hal: 32).

Demikian juga ketika Imam Ahmad Bin Hambal bertawassul kepada Imam Syafi’i dalam doanya, maka anaknya yang bernama Abdullah heran seraya bertanya kepada bapaknya, maka Imam Ahmad menjawab :"Syafii ibarat matahari bagi manusia dan ibarat sehat bagi badan kita"
ﺷﻮﺍﻫﺪ ﺍﻟﺤﻖ ﻟﻴﻮﺳﻒ ﺑﻦ ﺇﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﺍﻟﻨﺒﻬﺎﻧﻰ ﺹ 166
Demikian juga perkataan imam syafi’i dalam salah satu syairnya:
ﺁﻝ ﺍﻟﻨﺒﻰ ﺫﺭﻳﻌﺘﻰ  #  ﻭﻫﻢ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺳﻴﻠﺘﻰ
ﺃﺭﺟﻮ ﺑﻬﻢ ﺃﻋﻄﻰ ﻏﺪﺍ  #  ﺑﻴﺪﻯ ﺍﻟﻴﻤﻦ ﺻﺤﻴﻔﺘﻰ.
ﺍﻟﻌﻮﺍﺻﻖ ﺍﻟﻤﺤﺮﻗﺔ ﻷﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﺍﻟﻤﻜﻰ ﺹ 180
Artinya : "Keluarga nabi adalah familiku, Mereka perantaraku kepadanya (Muhammad), aku berharap melalui mereka, agar aku menerima buku perhitunganku di hari kiamat nanti dengan tangan kananku"

Pandangan Imam Taqyuddin Assubuky :
Beliau memperbolehkan dan mengatakan bahwa tawassul dan isti’anah adalah sesuatu yang baik dan dipraktekkan oleh para nabi dan rosul, salafussholeh, para ulama,’ serta kalangan umum umat islam dan tidak ada yang mengingkari perbuatan tersebut sampai datang seorang ulama’ yang mengatakan bahwa tawassul adalah sesuatu yang bid’ah. (Syifa’ Assaqom hal 160).

Pandangan Ibnu Taimiyah :
Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah meninggal. Beliau berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam doa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi :
وَكَذَلِكَ مِمَّا يُشْرَعُ التَّوَسُّلُ بِهِ فِي الدُّعَاءِ كَمَا فِي الْحَدِيثِ الَّذِي رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ أَنَّ {النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّمَ شَخْصًا أَنْ يَقُولَ: اللَّهُمَّ إنِّي أَسْأَلُك وَأَتَوَسَّلُ إلَيْك بِنَبِيِّك مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إنِّي أَتَوَسَّلُ بِك إلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي لِيَقْضِيَهَا اللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِي}
" فَهَذَا التَّوَسُّلُ بِهِ حَسَنٌ
ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﺘﺮﻣﻴﺬﻯ ﻭﺻﺤﺤﻪ
Artinya : dan begitu pula dari tawassul yg di syari'atkan di dalam do'a, seperti dalam hadist yg di riawayatkan imam tirmidzi dan di sohehkannya.
Bahwa Rasulullah s.a.w. mengajari seseorang berdoa: (artinya)"Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabi-Mu Muhammad yang penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul denganmu kepada Allah agar dimudahkan kebutuhanku maka berilah aku sya'faat".  Maka Tawassul seperti ini adalah bagus.
(fatawa Ibnu Taimiyah jilid 3 halaman 276).

Pandangan Imam Syaukani :
Beliau mengatakan bahwa tawassul kepada nabi Muhammad SAW ataupun kepada yang lain ( orang sholeh), baik pada masa hidupnya maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para shohabat.

Pandangan Muhammad Bin Abdul Wahab :
Beliau melihat bahwa tawassul adalah sesuatu yang makruh menurut jumhur ulama’ dan tidak sampai menuju pada tingkatan haram ataupun bidah bahkan musyrik. Dalam surat yang dikirimkan oleh Syekh Abdul Wahab kepada warga qushim bahwa beliau menghukumi kafir terhadap orang yang bertawassul kepada orang-orang sholeh., dan menghukumi kafir terhadap AlBushoiri atas perkataannya YA AKROMAL KHOLQI dan membakar dalailul khoirot. Maka beliau membantah : “ Maha suci Engkau, ini adalah kebohongan besar. Dan ini diperkuat dengan surat beliau yang dikirimkan kepada warga majma’ah ( surat pertama dan kelima belas dari kumpulan surat-surat syekh Abdul Wahab hal 12 dan 64, atau kumpulan fatwa syekh Abdul Wahab yang diterbitkan oleh Universitas Muhammad Bin Suud
Riyad bagian ketiga hal 68).

Mengenai bantahan mereka, yg selalu dan selalu membantah bahwa "tawassul pada orang hidup boleh, sedang pada orang mati syirik" ini sepertinya ngotot, menang2an.
Karena apa? Disamping di atas sudah jelas semua dalil-dalilnya, terus apa bedanya bertawassul dengan orang sebelum lahir, waktu hidup, dan setelah wafatnya?
Lagi lagi mereka membantah "apa hubungannya nabi saw dengan wali2mu".
Nah saya katakan, kalau tawassul pada nabi boleh, begitu juga pada lainnya nabi. Seperti contoh do atas banyayg tawassul di selain nabi.

Dalil-dalil yang melarang tawassul :
Dalil yang dijadikan landasan oleh pendapat yang melarang tawassul adalah sebagai berikut:

1. Surat Zumar, 2:
ﺃَﻟَﺎ ﻟِﻠَّﻪِ ﺍﻟﺪِّﻳﻦُ ﺍﻟْﺨَﺎﻟِﺺُ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﺗَّﺨَﺬُﻭﺍ ﻣِﻦ ﺩُﻭﻧِﻪِ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀ ﻣَﺎ ﻧَﻌْﺒُﺪُﻫُﻢْ ﺇِﻟَّﺎ ﻟِﻴُﻘَﺮِّﺑُﻮﻧَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺯُﻟْﻔَﻰ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺤْﻜُﻢُ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﻣَﺎ ﻫُﻢْ ﻓِﻴﻪِ ﻳَﺨْﺘَﻠِﻔُﻮﻥَ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﺎ ﻳَﻬْﺪِﻱ ﻣَﻦْ ﻫُﻮَ ﻛَﺎﺫِﺏٌ ﻛَﻔَّﺎﺭٌ
Artinya : Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.

Orang yang bertwassul kepada orang sholih maupun kepada para kekasih Allah, dianggap sama dengan sikap orang kafir ketika menyembah berhala yang dianggapnya sebuah perantara kepada Allah. Namun kalau dicermati, terdapat perbedaan antara tawassul dan ritual orang kafir seperti disebutkan dalam ayat tersebut: tawassul semata dalam berdoa dan tidak ada unsur menyembah kepada yang dijadikan tawassul , sedangkan orang kafir telah menyembah perantara; tawassul juga dengan sesuatu yang dicintai Allah sedangkan orang kafir bertwassul dengan berhala yang sangat dibenci Allah.
Kalau mereka terus menerus menyerang kita dengan ayat di atas, yg untuk orang musyrik, kafir, dan diserangkan (di nisbatkan kepada kita). Dan menempatkan dalil bukan pada tempatnya, misal menempatkan ayat-ayat yang sejatinya untuk orang-orang kafir (contoh di atas) namun anda hantamkan untuk orang-orang islam.  Maka bisa di pastikan mereka hanya ingin merusak islam, dan termasuk golongan khawarij.
Seperti di jelaskan oleh Abdulloh Ibn Umar –rodhiyallohu ‘anhu- , belia pernah berkata, ketika beliau ditanya tentang tanda-tanda kaum Khowarij ?
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﺑْﻦُ ﻋُﻤَﺮَ ﻳَﺮَﺍﻫُﻢْ ﺷِﺮَﺍﺭَ ﺧَﻠْﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﺍﻧْﻄَﻠَﻘُﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺁﻳَﺎﺕٍ ﻧَﺰَﻟَﺖْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜُﻔَّﺎﺭِ ﻓَﺠَﻌَﻠُﻮﻫَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ
Dan adalah Ibnu Umar, ia memandang mereka (Khowarij) sebagai seburuk-buruk makhluk Alloh, dan ia berkata : “Mereka (Khowarij) berkata tentang ayat-ayat yang (sejatinya) turun terhadap orang-orang kafir, mereka timpahkan ayat tersebut untuk orang-orang beriman”. (HR. Al Bukhori, Bab Qotlil Khowaarij).

2. Surah al-Baqarah, 186:
ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺳَﺄَﻟَﻚَ ﻋِﺒَﺎﺩِﻱ ﻋَﻨِّﻲ ﻓَﺈِﻧِّﻲ ﻗَﺮِﻳﺐٌ ﺃُﺟِﻴﺐُ ﺩَﻋْﻮَﺓَ ﺍﻟﺪَّﺍﻉِ ﺇِﺫَﺍ  ﺩَﻋَﺎﻥِ ﻓَﻠْﻴَﺴْﺘَﺠِﻴﺒُﻮﺍْ ﻟِﻲ ﻭَﻟْﻴُﺆْﻣِﻨُﻮﺍْ ﺑِﻲ ﻟَﻌَﻠَّﻬُﻢْ ﻳَﺮْﺷُﺪُﻭﻥَ
Artinya :  Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Allah Maha dekat dan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya. Jika Allah maha  dekat, mengapa perlu tawassul dan mengapa memerlukan sekat antara kita dan Allah. Namun dalil-dalil di atas menujukkan bahwa meskipun Allah maha dekat, berdoa melalui tawassul dan perantara adalah salah satu cara untuk berdoa. Banyak jalan untuk menuju Allah dan banyak cara untuk berdoa, salah satunya adalah melalui tawassul.

3. Surat Jin, ayat 18:
ﻭَﺃَﻥَّ ﺍﻟْﻤَﺴَﺎﺟِﺪَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﺪْﻋُﻮﺍ ﻣَﻊَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﺣَﺪﺍً
Artinya : Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.

Kita dilarang ketika menyembah dan berdoa kepada Allah sambil menyekutukan dan mendampingkan siapapun selain Allah. Seperti ayat pertama, ayat ini dalam konteks menyembah Allah dan meminta sesuatu kepada selain Allah. Sedangkan tawassul adalah meminta kepada Allah, hanya saja melalui perantara.

Kesimpulan Tawassul dengan perbuatan dan amal sholeh kita yang baik diperbolehkan menurut kesepakatan ulama’. Demikian juga tawassul kepada Rasulullah s.a.w. juga diperboleh sesuai dalil-dalil di atas. Tidak diragukan lagi bahwa nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan yang mulia disisi Allah SWT, maka tidak ada salahnya jika kita bertawassul terhadap kekasih Allah SWT yang paling dicintai, dan begitu juga dengan orang-
orang yang sholeh.

Selama ini para ulama yang memperbolehkan tawassul dan melakukannya tidak ada yang berkeyakinan sedikitpun bahwa mereka (yang dijadikan sebagai perantara) adalah yang yang mengabulkan permintaan ataupun yang member madlorot. Mereka berkeyakinan bahwa hanya Allah lah yang berhak memberi dan menolak doa hambaNya. Lagi pula berdasarkan hadis-hadis yang telah dipaparkan diatas menunjukakn bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan suatu yang baru dikalangan umat islam dan sudah dilakukan para ulama terdahulu. Jadi jikalau ada umat islam yang melakukan tawassul sebaiknya kita hormati mereka karena mereka tentu mempunyai dalil dan landasan yang cukup kuat dari Quran dan hadist.

Tawassul adalah masalah khilafiyah di antara para ulama Islam, ada yang memperbolehkan dan ada yang melarangnya, ada yang menganggapnya sunnah dan ada juga yang menganggapnya makruh. Kita umat Islam harus saling menghormati dalam masalah khilafiyah dan jangan sampai saling bermusuhan.

Dalam menyikapi masalah tawassul kita juga jangan mudah terjebak oleh isu bid'ah yang telah mencabik-cabik persatuan dan ukhuwah kita. Kita jangan dengan mudah menuduh umat Islam yang bertawassul telah melakukan bid'ah dan sesat, apalagi sampai menganggap
mereka menyekutukan Allah, karena mereka mempunyai landasan dan dalil yang kuat. Tidak hanya dalam masalah tawassul, sebelum kita mengangkat isu bid'ah pada permasalahan yang sifatnya khilafiyah, sebaiknya kita membaca dan meneliti secara baik dan komprehensif masalah tersebut sehingga kita tidak mudah terjebak oleh hembusan teologi permusuhan yang sekarang sedang gencar mengancam umat Islam secara umum.

CATATAN:
Kesimpulannya tawassul sangatlah penting, namun bukan keharusan.
Bila nabi saw saja bertawassul, bagaimana dengan kita?.
Tata cara bertawassul.
Tawassul yg boleh adalah:
1. Kirim fatihah pada yg mau di jadikan wasilah, entah di hadapan kuburannya atau dalam ke jauhan.
2. Meminta di doakan pada yg di jadikan wasilah, entah masih hidup atau mati, (dalam kasus ini, di hapadan yg di jadikan wasilah,kuburannya dll), biasanya bagi mereka yg biasa bertawassul, maka dia juga melakukan hal ini (minta di doain pada yg di jadikan wasilah) dalam kejauhan.
Contoh lafadz minta di doakan adalah "wahai nabi allah, wahai wali allah, wahai si fulan yg soleh,yg taqwa, kami minta kepada sampian, supaya sampian mendoakan kami kepada allah swt, agar hajat kami terpenuhi, agar kami selamat dunia akhirat, dll"
3. Bertawassul dengan kata bihaqqi بحق atau bijaahi بجاه . yg artinya "dengan martabat/kemulyaan disisi allah swt. Contoh lafadz doa "allahumma bihaqqi muhammadin iqdhi hajati" ya allah dengan haq-martabat nabi muhammad, penuhilah hajat saya.
4. Bertawassul dengan lafadz yg warid dari nabi muhammad saw, contoh yg warid adalah
ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺇﻧﻰ ﺃﺳﺄﻟﻚ ﻭﺃﺗﻮﺟﻪ ﺇﻟﻴﻚ ﻟﻨﺒﻴﻚ ﻣﺤﻤﺪ ﻧﺒﻲ ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﻳﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺇﻧﻰ ﺃﺗﻮﺟﻪ ﺑﻚ ﺇﻟﻰ ﺭﺑﻚ لتقضى حاجتي
Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabi-Mu Muhammad yang penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul denganmu kepada Allah agar dikabulkan hajat saya.
Atau pake bahasa indo dengan makna semacamnya.
Contoh " ya allah kami bertawassul kepadamu dengan si fulan walimu, agar engkau mengabulkan doaku. Maka kabulkanlah ya allah.."
Atau " ya allah.. Aku meminta kepadamu dengan nabimu, nabi muhammad, wahai nabi muhammad, saya menghadap kepadamu untuk mengahadap dan meminta kepada tuhanku, supaya hajatku di kabulkan.
Tawassul yg tidak boleh:
1. Dia meminta langsung kepada ahli kubur.
Contoh "wahai fulan.. Saya minta kepadamu supaya hajatku terkabulkan.. Dll" (hanya husus yg ahli dalam bidangnya dalam praktek ini).
2. Meminta barang2 antik, seperti batu keris dll, contoh " wahai si fulan, saya disini tirakat seminggu, demi dapat mustika dari kamu. Maka berilah aku mustika, dll" (ini keluar dari tujuan syari'at,bukan tawassul)
3. Tawassul pada orang yg jelas-jelas fasiq dalam hidupnya (ini butuh di doain, dan bila di jadikan wasilah pasti terjadi fitnah :) ) Dan kepada orang-orang kafir.
Allahu a'lam

Amalan Azimat Agar Rumah Toko Selamat Dari Gangguan Jin Dan Tuyul

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASAL USUL ISTILAH WAHABI WAHHABI WAHHABY YG BENAR

Khasiat Doa Nurbuat atau Nurun Nubuwwah

Aku Mengenalmu Tanpa Sengaja