PEMBAHASAN TAHLIL TRANSFER KIRIM PAHALA DAN MERATAPI MAYIT
Walaupun sudah tahu... Sempatkan baca kembali.
"TAHLIL DAN MENANGISI MAYIT, DAN ARTI MERATAPI MAYIT"
Sebelum bahas lebih jauh tentang tahlil,
Kita harus tahu makna tahlil dan apa saja yg dibaca dalam tahlil.
Arti tahlil secara lafdzi adalah bacaan kalimat
Thayyibah
لا إله إلا الله
Namun kemudian kalimat tahlil menjadi sebuah istilah dari rangkaian bacaan beberapa dzikir, alqur’an dan do’a tertentu yang dibaca untuk mendo’akan orang yang sudah mati.
Ketika diucapkan kata-kata "tahlil" akhirnya pengertiannya berubah menjadi seperti itu.
Kata istilah “tahlilan “ memang didalam masa rosulullah saw tidak ada, tapi apa yang dibaca didalam tahlilan Rosulullah saw mencontohkannya.
istilahnya memang belum ada, tapi isinya sudah dari dulu Rosul saw menyuruh kita mengerjakannya.
itulah karena pandainya para ulama dalam menyusun suatu isitlah (tahlilan) kemudian mengumpulkan bacaan Al Qur’an, Dzikir, Tasbih, Tahmid, Tahlil, Shalawat dan bacaan lainnya yg mengandung faidah besar pahalanya dari hadist soheh yg warid dari baginda nabi saw.
Dengan kata lain mengadakan acara Tahlilan dengan tujuan untuk memohon kepada Allah SWT, agar kerabat atau keluarga yang telah dipanggil kehadirat-Nya mendapatkan ampunan dan tempat yang layak disisi-Nya, serta berbahagia di alam kubur sana.
Jadi mari kita kaji faidah dan anjuran-anjuran yg datang untuk bacaan yg di baca dalam tahlilan.
KUTAMA'AN-KEUTAMA'AN BACA'AN YG DI SUSUN DALAM TAHLILAN.
Faidah surah alfatihah dan akhir dari surah albaqoroh.
Diriwayatkan oleh sayyidina Ibnu Abbas dalam
kitab Shahih Muslim :
أبشر بنورين أوتيتهما لم يؤتهما نبي قبلك: فاتحة الكتاب، وخواتيم سورة البقرة، لن تقرأ بحرف منهما إلا أعطيته
رواه مسلم
“Bergembiralah engkau (Muhammad SAW) dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu dan beleum pernah diterima oleh nabi sebelummu yakni surat Al Fatihah dan beberapa ayat terakhir surat Al Baqarah.
Tidaklah kamu membaca satu huruf dari
keduanya kecuali engkau akan diberi imbalannya.
(Shahih Muslim, 1339).
Faidah Surat Al Ikhlas:
عن أبي سعيد الخدري، أن رجلا سمع رجلا يقرأ: قل هو الله أحد يرددها، فلما أصبح جاء إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فذكر ذلك له، وكأن الرجل يتقالها، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «والذي نفسي بيده إنها لتعدل ثلث القرآن»
رواه الترمذي
Dari abi said alkhudry ra: “Ada seorang laki-laki mendengar seseoarang laki-laki lain yang sedang membaca surat Al Ikhlas dengan berulang-ulang, tatkala pagi hari, laki-laki yang mendengar itu mendatangi rosul saw dan menyebutkan demikian seakan-akan laki-laki tersebut menganggap remeh terhadap surat Al Ikhlas maka,
Rasul menjawab Demi Dzat yang jiwaku dalam
kekuasaanya, sesungguhnya Al Ikhlas dapat
membandingi sepertiga Al Qur’an.”
(HR attirmidzy).
Faidah Surat Al Falaq dan Surat An Nas:
عن عقبة بن عامر الجهني، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: قد أنزل الله علي آيات لم ير مثلهن {قل أعوذ برب الناس} إلى آخر السورة، و {قل أعوذ برب الفلق} إلى آخر السورة.هذا حديث حسن صحيح.
رواه الترمذي
“Imam At Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Uqbah Bin Amir Al Juhni RA. dari Nabi SAW.
Nabi bersabda : Sesungguhnya Allah telah
menurunkan kepadaku beberapa Ayat yang Nabi belum melihat yang menyerupainya (yang menyamainya ) yaitu: Surat Annas dan Surat Al Falaq”.
(Hr. Tirmidzi).
Faidah Baca'an kalimah " لا إله إلا الله" adalah kalimah
Thayyibah, bahwa kalimat tersebut adalah sebaik baiknya dzikir seperti yang diriwayatkan oleh Shahbat Jabir Bin Abdillah. Selain dari pada keutamaan tersebut, Kalimah Thayyibah juga memiliki keutamaan yang lain diantaranya; Hadis yang diriwayatkan oleh shahabat Abu Hurairah ra:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ما قال عبد لا إله إلا الله قط مخلصا، إلا فتحت له أبواب السماء، حتى تفضي إلى العرش، ما اجتنب الكبائر.
سنن الترمذي
“Tidaklah seorang hamba mengucapkan "Laa IlaaHa Illallah" dengan penuh keikhlasan melainkan akan dibukakan baginya pintu-pintu langit sehingga Laa Ilaa Ha Illallah dilaporkan ke arasy selama ia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR attirmidzy).
Faidah surah yasin.
Berdasarkan beberapa dalil hadist, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya:
عن معقل بن يسار، أن رسول الله صلى عليه و سلم قال: يس قلب القرآن، لا يقرؤها رجل يريد الله والدار الآخرة إلا غفر له، واقرءوها على موتاكم "
رواه احمد و ابو داود و ابن ماجه و ابن خبان و النسائي والحاكم و الطبراني والبيهقي
Dari sahabat Ma’qal bin Yasar r.a. bahwa Rasulallah s.a.w. bersabda : "surat Yasin adalah pokok dari al-Qur’an, tidak dibaca oleh seseorang yang mengharap ridha Allah kecuali diampuni dosa dosanya. Bacakanlah surat Yasin kepada orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian."
(H.R. Abu Dawud, dll).
Faidah doa di hari-hari mayit meninggal (1/7 harinya).
Di antara keutama'an do'a pada hari-hari (dekat pada wafatnya) baru meninggalnya mayit:
عن عثمان بن عفان رضي الله عنه
قال: وكان النبي صلى الله عليه وسلم إذا فرغ من دفن الميت وقف عليه ثم قال: «استغفروا لأخيكم، وسلوا له بالتثبت ، فإنه الآن يسأل» .
رواه احمد و ابو داود
Dari Usman bin Affan, ia berkata jika Nabi Muhammad SAW selesai menguburkan jenazah, beliau berdiri didekat kubur lalu bersabda: "hendaklah kamu sekalian memintakan ampunan bagi saudaramu (yang meninggal ini) dan mintalah untuknya keteguhan karena saat ini dia sedang ditanya oleh malaikat.”
(HR ahmad dan abu daud).
Faidah doa untuk mayit secara umum:
dalam hadist diterangkan bahwa Rosul saw mendo’akan orang yang sudah mati.
seperti hadits yang diriwayatkan oleh Auf bin Malik ra.
عن عوف بن مالك، يقول: صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم على جنازة، فحفظت من دعائه وهو يقول: «اللهم، اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه، وأكرم نزله، ووسع مدخله، واغسله بالماء والثلج والبرد، ونقه من الخطايا كما نقيت الثوب الأبيض من الدنس، وأبدله دارا خيرا من داره، وأهلا خيرا من أهله وزوجا خيرا من زوجه، وأدخله الجنة وأعذه من عذاب القبر - أو من عذاب النار.
(صحيح مسلم)
“Diriwayatkan dari Auf bin Malik RA, ia berkata,
Rasulullah SAW pernah menshalati jenazah dan saya hafal do’a Rasulullah SAW tersebut. Do’a yang beliau baca adalah, Ya Allah, ampunillah dosanya, kasihanilah dia, selamatkanlah dan maafkanlah dia.
Ya Allah, baguskanlah tempat kembalinya, luaskanlah kediamanya, bersihkanlah ia dengan air dan embun, bersihkanlah ia dari dosa-dosanya, sebagaimana Engkau membersihkan baju putih nan suci dari kotoran.
Berilah ia rumah yang lebih bagus, karuniakanlah isteri yang lebih baik dari isterinya (ketika di dunia), masukanlah ia kedalam surga, dan selamatkanlah ia dari siksa kubur dan siksa api neraka.”
(HR muslim).
Hadits tersebut menerangkan bahwa Rasulullah SAW mendo’akan orang yang sudah mati dan memohon agar dosanya diampuni, dan do'a ini termasuk dalam do'a susunan dalam tahlilan.
Maka semakin jelaslah orang yang sudah meninggal dunia dapat memperoleh manfaat dari amal orang-orang yang masih hidup, dan apa yg di bacakan dalam tahlilan berlandasan hadist yg sangat kuat.
Semua Hadist-hadist di atas tersebut secara jelas menerangkan bahwa Rosulullah SAW memerintahkan kepada umat islam untuk mendo’akan orang yang sudah meninggal dunia, dengan baca'an-baca'an yg warid hasiatnya untuk mayit dari baginda nabi saw.
PENDAPAT ULAMA DAN DALIL YG DI BUAT LANDASAN PARA ULAMA MENGENAI TAHLILAN YG TERSUSUN DARI (BERDOA DENGAN DOA YG WARID DARI NABI DAN MEMBACA ALQURAN DAN DIZKIR DAN SHODAQOH UNTUK MAYIT).
dalil ulama atas sampainya bersodaqoh untuk mayit.
Dan bolehnya menyuguhkan hidangan setelah pemakaman.
Nabi dan para sahabat di hidangin makanan oleh istri mayit.
dari Ashim bin Kulaib dari bapaknya dari laki-laki Anshar, ia berkata :
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ فِي جَنَازَةٍ فَلَمَّا رَجَعَ اسْتَقْبَلَهُ دَاعِي امْرَأَةِِ فَجَاءَ وَجِيءَ بِالطَّعَامِ فَوَضَعَ يَدَهُ وَ وَضَعَ الْقَوْمُ فَأَكَلُوا وَرَسُولَ اللهِ يَلُوكُ لُقْمَةً فِي فَمِهِ.
(رواه أبو داود و أحمد)
“Kami bersama Rasulullah saw keluar menuju pemakaman janazah, sewaktu hendak pulang muncullah seorang perempuan (isterinya si mayit), mengundang untuk singgah, kemudian ia menghidangkan makanan. Rasulullah saw pun mengambil makanan tersebut dan kemudian para shahabat turut mengambil pula dan mencicipinya dan pada mulut Rasulullah saw terdapat sesuap daging”.
(Abu dawud dan ahmad dll).
Hadist ini menjelaskan bahwa diperbolehkan keluarga mayit menghidangkan makanan, juga mengundang masyarakat terhadap hidangan tersebut”.
(Tapi sebaiknya (sunnah) masyarakat menyombang makanan, beras, dll untuk bala sungkawa kepada keluarga mayit).
Karena ada hadist:
اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ شَغَلَهُمْ.
(رواه أبو داود)
“Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far (sahabat ja'far wafat), karena mereka sedang tertimpa masalah yang menyibukkan” (HR. Abu Daud).
Balik lagi ke hadist hidangan makanan di atas,
Saya menemuhi bantahan hadist ini dari situs:
irsyadnh.blogspot.co.id/2013/07/pengertian-dan-hukum-dari-tahlilan_20.html?m=1
Kami akan menjawab bantahan dia disini:
Bahwa saya mengartikan "seorang perempuan"
(امْرَأَةٍ)
disana dengan lafadz:
(امْرَأَتِهِ)
"Istrinya si mayit"
Ini saya jelaskan, bahwa ini adalah pendapat yg kuat, karena di dalam riwayat lain berlafadz memakai dhomir (istrinya mayit). Kita ini tidak asal-asalan mengartikan, tapi ada rujukan. Saya paparkan arti lafadz itu dari redaksi yg lain:
ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺭَﺟَﻊَ اﺳْﺘَﻘْﺒَﻠَﻪُ ﺩَاﻋِﻲَ اﻣْﺮَﺃَﺗِﻪِ، ﻓَﺄَﺟَﺎﺏَ ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﻣَﻌَﻪُ، ﻓَﺠِﻲءَ ﺑِﺎﻟﻄَّﻌَﺎﻡِ، ﻓَﻮَﺿَﻊَ ﻳَﺪَﻩُ، ﺛُﻢَّ ﻭَﺿَﻊَ اﻟْﻘَﻮْﻡُ، ﻓَﺄَﻛَﻠُﻮا
(ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺭَﺟَﻊَ) ، ﺃَﻱْ: ﻋَﻦِ اﻟْﻤَﻘْﺒَﺮَﺓِ (اﺳْﺘَﻘْﺒَﻠَﻪُ ﺩَاﻋِﻲَ اﻣْﺮَﺃَﺗِﻪِ) ، ﺃَﻱْ: ﺯَﻭْﺟَﺔِ اﻟْﻤُﺘَﻮَﻓَّﻰ
ﻣﺮﻗﺎﺓ اﻟﻤﻔﺎﺗﻴﺢ ﺷﺮﺡ ﻣﺸﻜﺎﺓ اﻟﻤﺼﺎﺑﻴﺢ-[ﻛﺘﺎﺏ اﻟﻔﻀﺎﺋﻞ]-[ﺑﺎﺏ ﻓﻲ اﻟﻤﻌﺠﺰاﺕ]- ﺻﻔﺤﺔ -3832
Sudah sangat jelas sekali disini, (bahwa banyak redaksi memakai kata ﺩَاﻋِﻲَ اﻣْﺮَﺃَﺗِﻪِ yg maksudnya adalah istrinua si mayit.
(Mirqatul mafatih syarh misykatul mashobih 3832 ms).
Dan di dalam kitab aunul ma'bud wa hasyiah ibnu al-qoyyim di perjelas lagi:
(ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺭَﺟَﻊَ) ﺃَﻱْ ﻋَﻦِ اﻟْﻤَﻘْﺒَﺮَﺓِ (اﺳْﺘَﻘْﺒَﻠَﻪُ) ﺃَﻱِ اﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ (ﺩَاﻋِﻲ اﻣْﺮَﺃَﺓٍ) ﻛَﺬَا ﻓِﻲ اﻟﻨُّﺴَﺦِ اﻟْﺤَﺎﺿِﺮَﺓِ ﻭَﻓِﻲ اﻟْﻤِﺸْﻜَﺎﺓِ ﺩَاﻋِﻲ اﻣْﺮَﺃَﺗِﻪِ ﺑﺎﻹﺿﺎﻓﺔ ﺇﻟﻰ اﻟﻀﻤﻴﺮ ﻗﺎﻝ اﻟﻘﺎﺭﻯء ﺃَﻱْ ﺯَﻭْﺟَﺔِ اﻟْﻤُﺘَﻮَﻓَّﻰ
ﻋﻮﻥ اﻟﻤﻌﺒﻮﺩ ﻭﺣﺎﺷﻴﺔ اﺑﻦ اﻟﻘﻴﻢ-22 - ﻛﺘﺎﺏ اﻟﺒﻴﻮﻉ-ﺑﺎﺏ ﻓﻲ اﺟﺘﻨﺎﺏ اﻟﺸﺒﻬﺎﺕ- ﺻﻔﺤﺔ -129
Memang lafadz seperti ini ﺩَاﻋِﻲ اﻣْﺮَﺃَﺓٍ yg datang, tapi di dalam kitab misykah punya attibrizy 502 hj (yg di atasnya) dengan lafadz ﺩَاﻋِﻲ اﻣْﺮَﺃَﺗِﻪِ .yg di tegaskan oleh syarahnya alqori adalah istrinya.
(Aunul ma'bud wa hasyiah ibnu al qoyyim 9/129 ms).
Nah disini saja, ibnul-qoyyim sama sekali tidak mempermasalahkan lafadz yg berdhomir (istrinya mayit). Justru dia menuqil dari kitabnya imam tibrizy yaitu al-misykah. Dan selisih masanya lebih tua atibrizy 300 tahun.
Sekarang yg membantah itu pake akal, atau pake rujukan hadist yg lain?.
Saya jawab 100% pake akalnya sendiri,
Hadist sampainya shoqaqoh pada mayit dari sayyidah aisyah ra:
عن عائشة رضي الله عنها: أن رجلا قال للنبي صلى الله عليه وسلم: إن أمي افتلتت نفسها، وأظنها لو تكلمت تصدقت، فهل لها أجر إن تصدقت عنها؟ قال: «نعم».
ش: أخرجه مسلم في الزكاة باب وصول ثواب الصدقة عن الميت إليه. وفي الوصية باب وصول ثواب الصدقات إلى الميت.
رواه هذا الحديث البخاري و مسلم وابو داود و انسائي وابن خزيمه واحمد وطبراني و الحاكم و البيهقي
“Dari ‘Aisyah RA, seseorang laki-laki bertanya
kepada Nabi Muhammad SAW, "Ibu saya meninggal dunia secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Saya menduga seandainya dia dapat berwasiat, tentu ia akan bersedekah.
Apakah ia akan mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya ?"
Nabi Muhammad SAW menjawab, “Ya”.
Ini di keluarkan oleh imam muslim pada bab yg tepat, yaitu "bab sampainya pahala sodaqoh kepada nayit".
(Hr. Bukhori dan muslim Baihaqi dll).
Dalil ulama atas sampainya baca'an alquran atas mayit:
Di riwayatkan oleh imam baihaqi dan thabrony,
Bahwa abdulloh ibn umar berkata:
سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: " إذا مات أحدكم فلا تحبسوه وأسرعوا به إلى قبره وليقرأ عند رأسه فاتحة الكتاب وعند رجليه بخاتمة البقرة في قبره "
رواه البيهقي و الطبراني
Saya mendengar rosululloh saw bersabda: "apabila salah satu dari kamu mati,maka janganlah kamu menahannya dan percepatlah ia di angkat ke kuburnya, dan hendaklah dibacakan pada arah kepalanya ayat ayat permulaan surah al baqaroh dan pada kedua kakinya ayat ayat penutup surah al baqaroh."
(He baihaqi dan attabarony).
Juga ada Atsar abdulloh ibn umar ra, dalam Riwayat imam baihaqi:
عن ابن عمر رضي الله عنه أنه أوصى أن يقرأ على قبره وقت الدفن بفواتح سورة البقرة وخواتمها
Bahwasanya abdullah ibn umar berwasiat agar saat mengubur (kan dia) dibacakan atas kuburnya ayat ayat permulaan dan penutup surah al baqaroh.
(HR baihaqi).
Dan Hadis yg di riwayatakan oleh ma'qil ibn yasir ra:
ان النبي صلعم قال اقرؤوا موتاكم يس
bacakanlah orang2 mati kamu surah yasin.
( HR imam abu dawud,imam an-nasa'i,ahmad,al-baihaqi,at-thabrony,al hakim,ibn hibban).
Hadis abu bakar ra:
من زار قبرى والديه او احدهما في كل جمعة مرة فقرأ عنده يس غفر له بعدد كل حرف منها
barang siapa ziarah kubur kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jumat,kemudian membaca surah yasin,maka di ampunilah dia dengan jumlah huruf2 surah itu.
(HR imam ahmad,ibn ady,abu syaikh,ibn ad-dailamy dan ibn an-najjar).
Imam nawawi mengupas masalah kirim-kirim baca'an dan shodaqoh untuk mayit ini secara perinci:
ﻓﺎﻟﺪﻟﻴﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﺎ ﺭﻭﻯ ﺃﻥ ﺇﻣﺮﺃﺓ ﻣﻦ ﺧﺜﻌﻢ (ﺳﺄﻟﺖ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻦ اﻟﺤﺞ ﻋﻦ ﺃﺑﻴﻬﺎ ﻓﺄﺫﻥ ﻟﻬﺎ، ﻓﻘﺎﻟﺖ: ﺃﻳﻨﻔﻌﻪ ﺫﻟﻚ؟ ﻗﺎﻝ ﻧﻌﻢ ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﺃﺑﻴﻚ ﺩﻳﻦ ﻓﻘﻀﻴﺘﻪ ﻧﻔﻌﻪ)
Adapaun dalilnya (sampainya nyahur hutangnya mayit, dari uang atau haji), seperti riwayat bahwa: Seorang perempuan dari kabilah Khats'am bertanya kepada Rasulullah saw dari menghajikan ayahnya, maka nabi saw mengijinkan, dan perempuan itu berkata: "apakah (haji) bermanfaat kepadanya?" Jawab Rasulullah "Ya, seperti ayah kamu punya hutang, lantas kamu menyahurinya, maka itu bermanfaat baginya". (Bukhori nuslim dll).
ﻭﺃﻣﺎ اﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﺎﻟﺪﻟﻴﻞ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻣﺎ ﺭﻭﻯ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ(أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ أَفَيَنْفَعُهَا إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ ». قَالَ فَإِنَّ لِى مَخْرَفًا فَأُشْهِدُكَ أَنِّى قَدْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا)
Adapun dalilnya shodaqoh yg sampai pada mayit, hadist ygvdi riwayatakan oleh ibnu abbas.
“sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, apakah ada manfaatnya jika aku bersedekah untuknya?” Rasulullah SAW menjawab,”iya”. Laki-laki itu berkata, “Aku memiliki sebidang kebun, maka aku mempersaksikan kepadamu bahwa aku akan mensedekahkan kebun tersebut atas nama ibuku.” (HR. An-Nasai).
ﻭﺃﻣﺎ اﻟﺪﻋﺎء ﻓﺎﻟﺪﻟﻴﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﻗﻮﻟﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ (ﻭاﻟﺬﻳﻦ ﺟﺎﺅا ﻣﻦ ﺑﻌﺪﻫﻢ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ: ﺭﺑﻨﺎ اﻏﻔﺮ ﻟﻨﺎ ﻭﻻﺧﻮاﻧﻨﺎ اﻟﺬﻳﻦ ﺳﺒﻘﻮﻧﺎ ﺑﺎﻻﻳﻤﺎﻥ) ﻓﺄﺛﻨﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺑﺎﻟﺪﻋﺎء ﻻﺧﻮاﻧﻬﻢ ﻣﻦ اﻟﻤﻮﺗﻰ،
اﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺷﺮﺡ اﻟﻤﻬﺬﺏ-ﺗﻜﻤﻠﺔ ﻣﺤﻤﺪ ﻧﺠﻴﺐ اﻟﻤﻄﻴﻌﻲ-ﺑﺎﺏ اﻷﻭﺻﻴﺎء- ﺻﻔﺤﺔ -519
Adapun dalil sampainya doa, adalah firman allah swt:
(Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, ) QS 59:10.
Allah memuji atas mereka (yg mendoakan) dengan doa kepada saudara-saudaranya yg telah meninggal.
(Al-Majmuk annawawy syarah muhaddzab Juz 15/519 ms).
Sehingga imam nawawi menyimpulkan atau mengulas semua pendapat kuat di bawahnya:
واختلف العلماء في وصول ثواب قراءة القرآن، فالمشهور من مذهب الشافعي وجماعة أنه لا يصل.
وذهب أحمد بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من أصحاب الشافعي إلى أنه يصل، والمختار أن يقول بعد القراءة: اللهم أوصل ثواب ما قرأته، والله أعلم اه
المجموع شرح المهذب-تكملة محمد نجيب المطيعي-باب الأوصياء- صفحة -522
Ulama berbeda pendapat di dalan sampainya pahala baca'an alquran kepada mayit.
Yg terkenal dari madzhab syafii dan jama'ah adalah tidak sampai.
Dan imam ahmad bin hanbal dan jama'ah dari ulama, dan jama'ah dari sahabat-sahabt syafi'i adalah sampai.
Dan pendapat yg di pilih (panutan) agar membaca setelah pembaca'an (alquran) "ya allah sampaikan pahala yg saya baca kepada mayit" allah a'lam.
(Al majmuk anawawy 15/522 ms).
Dan imam nawawi juga mengutip perkata'an imam syafii (pendapat imam syafii langsung):
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمهُ اللَّه: ويُسْتَحَبُّ أنْ يُقرَأَعِنْدَهُ شيءٌ مِنَ القُرآنِ، وَإن خَتَمُوا القُرآنعِنْدهُ كانَ حَسناً.
Bahwa, disunahkan membacakan ayat-ayat al-
Qur’an kepada mayit, dan jika sampai khatam
al-Qur’an maka itu lebih baik.
(an-Nawawi Riyadhu al-Shalihin 1/295 ms).
Begitu pula Ibnu al-Qayyim, murid Ibnu
Taimiyah, berkata:
وبالجملة فأفضل ما يهدى إلى الميت العتق والصدقة والإستغفار له والدعاء له والحج عنه,وأما قرأة القرأن وإهداؤها له تطوعا بغير أجرة فهذا يصل إليه كما يصل ثواب الصوم والحج.
الروح لإبن القيم.ج 1 . ص 142 وفقه السنة
"Secara global, sesuatu yang paling utama
dihadiahkan kepada mayyit adalah sodaqoh,
istighfar, berdoa untuk orang yang meninggal
dan berhaji atas nama dia. Adapun membaca
Al Qur’an dan menghadiahkan pahalanya
kepada si mayyit dengan suka rela tanpa
imbalan, maka akan sampai kepadanya
sebagaimana pahala puasa dan haji juga
sampai kepadanya" (al-Ruh I/142).
pendapat syeh Utsaimin.
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻟﻠﻤﻴﺖ ﺑﻤﻌﻨﻰ ﺃﻥ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻳﻘﺮﺃ ﻭ ﻳﻨﻮﻱ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ
ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﻟﻠﻤﻴﺖ ، ﻓﻘﺪ ﺍﺧﺘﻠﻒ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺭﺣﻤﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻫﻞ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﺬﻟﻚ
ﺃﻭ ﻻ ﻳﻨﺘﻔﻊ؟ ﻋﻠﻰ ﻗﻮﻟﻴﻦ ﻣﺸﻬﻮﺭﻳﻦ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﺃﻧﻪ ﻳﻨﺘﻔﻊ ، ﻭﻟﻜﻦ
ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻟﻪ ﺃﻓﻀﻞ
“adapaun pembacaan al-Qur’an untuk orang mati dengan pengertian bahwa manusia membaca al-Qur’an dengan meniatkan untuk menjadikan pahalanya bagi orang yg mati, maka sungguh ulama telah berselisih pendapat mengenai apakah yang demikian itu bermanfaat ataukah tidak ?.
atas hal ini terdapat dua qaul yang
sama-sama masyhur dimana yang shahih adalah bahwa membaca al-Qur’an untuk orang mati memberikan manfaat, akan tetapi do’a adalah yang lebih utama (afdlal).”.
(Majmu Fatawa wa Rasaail 17/220-221).
Ibnu taimiyah berpendapat, sampainya baca'an dzikir tahlil kepada mayit:
ﻭَﺳُﺌِﻞَ : ﻋَﻤَّﻦْ ” ﻫَﻠَّﻞَ ﺳَﺒْﻌِﻴﻦَ ﺃَﻟْﻒَ ﻣَﺮَّﺓٍ ﻭَﺃَﻫْﺪَﺍﻩُ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻳَﻜُﻮﻥُ ﺑَﺮَﺍﺀَﺓً
ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ” ﺣَﺪِﻳﺚٌ ﺻَﺤِﻴﺢٌ ؟ ﺃَﻡْ ﻟَﺎ ؟ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻫَﻠَّﻞَ ﺍﻟْﺈِﻧْﺴَﺎﻥُ
ﻭَﺃَﻫْﺪَﺍﻩُ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻳَﺼِﻞُ ﺇﻟَﻴْﻪِ ﺛَﻮَﺍﺑُﻪُ ﺃَﻡْ ﻟَﺎ ؟ .
Ibnu Taimiyah ditanya mengenai hadits “ada yang bertahlil (membaca ‘laa ilaha illallah’) sebanyak 70.000 kali lalu ia menyedekahkannya kepada si mayit, maka itu bisa menyelamatkan si mayit dari siksa neraka”, apakah ini termasuk hadits shahih ataukah tidak?
Jika seseorang bertahlil (mengucapkan ‘laa ilaha illallah ’) lalu menghadiahkannya kepada mayit,
apakah itu sampai kepada mayit (atau tidak)?.
ﻓَﺄَﺟَﺎﺏَ : ﺇﺫَﺍ ﻫَﻠَّﻞَ ﺍﻟْﺈِﻧْﺴَﺎﻥُ ﻫَﻜَﺬَﺍ : ﺳَﺒْﻌُﻮﻥَ ﺃَﻟْﻔًﺎ ﺃَﻭْ ﺃَﻗَﻞَّ ﺃَﻭْ ﺃَﻛْﺜَﺮَ .
ﻭَﺃُﻫْﺪِﻳَﺖْ ﺇﻟَﻴْﻪِ ﻧَﻔَﻌَﻪُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﻫَﺬَﺍ ﺣَﺪِﻳﺜًﺎ ﺻَﺤِﻴﺤًﺎ ﻭَﻟَﺎ
ﺿَﻌِﻴﻔًﺎ . ﻭَﺍَﻟﻠَّﻪُ ﺃَﻋْﻠَﻢُ .
Ibnu Taimiyah menjawab, “Jika seseorang bertahlil seperti itu sebanyak 70.000 kali atau kurang atau bahkan lebih dari itu, lalu ia hadiahkan kepada
mayit, maka Allah akan menjadikan amalan tersebut bermanfaat (bagi si mayit).
Yang membicarakan hal ini bukan hadits shahih, bukan pula dho’if. Wallahu a’lam.”.
(Majmu’ Al Fatawa, 24: 323).
Nah membaca pendapat ibnu taimiyah di atas, seakan-akan memberi solusi untuk kita, untuk mengadakan tahlilan :)
karena cara ini (membaca tahlil kurang lebih 70 ribu kali) sulit di lakukan oleh ahli waris. Kecuali dengan mengadakan tahlilan,
Contoh. yg bertahlil 200 orang, biasanya membaca tahlil 30 kali.
30 x 200 =6000
Itu berlanjut selama 7 hari.
6000 x 7 = 42000.
Nah itu kita hitung dalam jumlah minimalnya orang.
Dan dalam hitungan 7 hari saja.
Belum masuk dalam acara 40 hari atau haul nya.
Sehingga sangat pas di kombinasikan dengan riwayatnya imam ahmad.
Dari kitab “Al-Hawi lil Fatawi” karya Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi jilid 2 halaman 178 sebagai berikut:
قال الإمام احمد بن حنبل رضي الله عنه في كتاب الزهد له:حدثنا هاشم بن القاسم، ثنا الأشجعي، عن سفيان، قال: قال طاوس: «إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعا، فكانوا يستحبون أن يطعم عنهم تلك الأيام»
حدثنا أبو بكر بن مالك، ثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل، ثنا أبي، ثنا هاشم بن القاسم، ثنا الأشجعي، عن سفيان، قال: قال طاوس: «إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعا، فكانوا يستحبون أن يطعم عنهم تلك الأيام»
“Telah berkata Imam Ahmad bin Hanbal ra di dalam kitabnya yang menerangkan tentang kitab zuhud: Telah menceritakan kepadaku Hasyim bin Qasim sambil berkata: Telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: TelaH berkata Imam Thawus (ulama besar zaman Tabi’in, wafat kira-kira tahun 110 H / 729 M): "Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut.
(Al-Hawi lil Fatawi 2/178 ms).
Setelah kita pahami dengan cermat semuanya di atas, insya allah kita akan paham betul apa itu tahlil.
Juga Dngn dalil2 hadist di atas Disana juga berfaidah tentang di anjurkannya sodakoh atau mendoakan mayit Jauh lebih kuat.
Sedang dalil yg melarangnya terkesan memaksa, krna tak ada yg pas dalilnya, Cuma adanya melarang niyahah/ meratapi.
Dan niyahah itu prakteknya jauh berbeda dngn tahlil.
adapun tahlil (mendoakan dengan dzikir dan membaca ayat2 alquran) banyak hadis yg mendukung bahkan disana ada perintah sodaqoh untuk mayit dari rosululloh saw.
Sedang niyahah adalah (bermaksiat) meratapi berlebihan, mukul2, dll.
Perlu di ketahui bahwa mereka yg Tidak menyukai tahlil, dalilnya karena menyamakan dngn niahah/ meratapi.
Sedang niyahah/meratapi itu kalau di tuduhkan ke tahlilan adalah pemahaman yg sangat keliru.
Ini hadist yg menjelaskan niyahah.
hadis ibnu majah dan ahmad, Seperti ini hadisnya:
عن جرير بن عبد الله البجلي، قال: «كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنيعة الطعام بعد دفنه من النياحة»
Dari Jarir bin Abdillah Al Bajali ia berkata:
"Kami mengkategorikan berkumpul-kumpul di
keluarga mayyit dan dibuatnya makanan
setelah dikuburkannya termasuk meratap."
(HR. Ahmad No 6866)
كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنيعة الطعام من النياحة»
Kami memandang berkumpul-kumpul di
keluarga mayyit dan dibuatnya makanan
setelah dikuburkannya termasuk meratap."
(HR.Ibnu Majah No 1612).
Imam Syafi’i rahimahullah dalam kitabnya Al Umm berkata,
قال الشافعي : وأكره النياحة على الميت بعد موته، وأن تندبه النائحة على الانفراد لكن يعزى بما أمر الله عز وجل من الصبر، والاسترجاع، وأكره المأتم، وهي الجماعة، وإن لم يكن لهم بكاء فإن ذلك يجدد الحزن،
“Aku tidak suka niyahah (peratapan) pada mayit setelah kematiannya, begitu juga aku tidak suka jika bersedih tersebut dilakukan seorang diri.
Seharusnya yang dilakukan adalah seperti yang Allah Ta’ala perintahkan yaitu dengan bersabar dan mengucapkan istirja’ ( innalillahi wa inna ilaihi rooji’un).
Aku pun tidak suka dengan acara ma’tam (pukul dada, pipi dll)
yaitu berkumpul di kediaman si mayit walau di sana tidak ada tangisan.
Karena berkumpul seperti ini pun hanya membuat keluarga mayit mengungkiti kesedihan yang menimpa mereka. ”
(Al Umm, 1: 318).
Perhatikan kata imam syafii. Beliau tidak suka niyahah/meratapi seorang diri. Apalagi berkumpul2 untuk niyahah/meratapi.
Begitu juga sebaliknya,kalau doa untuk mayyit sorang diri di sunnahkan, apalagi secara jamaah/berkumpul2 untuk berdoa.
seperti penjelasan hadis ini:
وما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله، يتلون كتاب الله، ويتدارسونه بينهم، إلا نزلت عليهم السكينة، وغشيتهم الرحمة وحفتهم الملائكة،
tidak berkumpul suatu kaum dalam rumah (masjid) dari rumah2 alloh mereka membaca kitab alloh (alquran)dan mempelajarinya di antara mereka,melainkan turun kepada mereka ketenteraman dan rahmat dan malaikat mengepung (menaungi) mereka. (HR muslim, abu dawud).
Kita kembali lagi ke niyahah/ meratapi.
Niyahah dan ma'tam itu beda. Ma'tam itu artinya bukan meratapi tp duduk-duduk lama2 di ahli mayit dan hanya memperburuk keadaan dengan kelakuannya. seperti memang diadakan untuk memperbarui kesedihan.
ada juga ada yg mangatakan ma'tam meratapi sambil mukul2 anggota badannya sendiri.
atau sengaja membuat sedih yg berlebihan.
Jauh beda dngn tahlilan yg memang kita menganjurkan sabar pd ahli mayit beserta mendoakannya.
Dan meratapi itu tidak sama dngn tahlilan, Ibarat langit dan bumi.
Lagian hukum meratapi itu tafsil. Krna rosululloh saw juga sering meratapi keluarganya yg meninggal.
Pertanya'annya..
Mana ada hadis satupun yg melarang doa untuk mayyit?
Mana ada yg melarang sodakoh untuk mayyit?
Mana ada yg melarang yasin untuk mayyit?
Mana ada hadist yg melarang kumpul2 karena mendoakan mayit?.
Tidak akan ada..
Yg ada di hadist hanya melarang niyahah.
Yg kita sendiri jauh lebih melarang niyahah itu.
kalau masih belum paham maksud MERATAPI/NIYAHAH, pahami penjelasan yang telah Imam Nawawi jabarkan:
واعلم أن الياحة: رفع الصوت بالندب ,والندب: تعديد النادبة بصوتها محاسن الميت,وقيل هو البكاء عليه مع تغديد محاسنه,
قال أصحابنا: ويحرم رفع الصوت بإفراط في البكاء,وأما البكاء على الميت من غير ندب ولا نياحة فليس بحرام.
“Ketahuilah, sesungguhnya niyahah adalah
menyaringkan suara dengan an-nadb.
adapun an-Nadb sendiri adalah mengulang-ngulangnya orang yg meratapi dengan suaranya (yg nyaring) sembari menyebut-nyebut kebaikan2 mayyit.
Juga dikatakan (ulama juga ada yang mengatakan) bahwa niyahah adalah menangisi mayyit disertai menyebut--menyebut kebaikan mayyit”.
Ashhab kami (ulama syafi’iyah kami) mengatakan : “haram menyaringkan suara dengan berlebih-lebihan dalam menangis. Adapun menangisi mayyit tanpa
menyebut-menyebut dan tanpa meratapinya (baca meratapi), maka itu tidak haram”.
Kalau kita sudah memahami arti dan maksud dari (meratapi) niyahah dalam penjelasan imam nawawi di atas.
Maka ini hukumannya bagi yg mertapi (menjadi tafsil kata meratapi).
Dalam hadits di tegaskan:
من نيح عليه فإنه يعذب بما نيح عليه يوم القيامة
“Barangsiapa yang diratapi kematiannya maka
ia akan diazab dengan sebab ratapan itu pada
hari kiamat.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari
Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu ].
Juga dalam hadist abu dawud:
عن أبي سعيد الخدري قال لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم النائحة و المستمعة,رواه ابو داود
Dari Abi Sa'id al-Khudriy ia berkata:
"Rasulullah saw melaknat orang yang niyahah dan wanita yang mendengarnya."
(HR.Abu Dawud, kitab aljanaiz, 2721)
"MERATAPI YG BOLEH"
Meratapi di luar maksud (meratapi/niyahah) yg sudah di jelaskan oleh imam nawawi.
Bahasa boleh sama "MERATAPI" tapi pengertiannya dan prakteknya beda.
Meratapi ada yg boleh, (lebih jelasnya, baca semua hadist-hadist di bawah).
Dalam hadist soheh di jelaskan:
إن الله لا يعذب بدمع العين ولا بحزن القلب,ولكن يعذب بهذا,وأشار إلى لسانه او يرحم.
sungguhnya Allah tidaklah mengadzab (menyiksa) karena air mata yang berlinang ataupun hati yang
bersedih. Namun Ia mengadzab karena ini (beliau mengisyaratkan pada lisannya) atau Allah merahmatinya. (H.R al-Bukhari dan Muslim).
Kejadian ini terjadi pada Zaman Nabi saw :
1. Sirah Ibn Hisyam ( mengenai buka/menangisnya nisa al-anshar ala hamzah)
قاب ابن إسحاق: ومر رسول الله صلعم بدار من دور الأنصار من بني عبد الأشهل و ظفر فسمع البكاء والنوائح على قتلاهم فذرفت عينارسول الله صلعم فبكى,ثم قال لكن حمزة لا بواكي له فلما رجع سعد ابن معاذ وأسيد بن حضير إلى دار بني عبد الاشهل أمرا نساءهم ان يتحزمن ثم يذهبن فيبكين على عم رسول الله صلعم
“ Dan ketika Rasul saw melewati rumah dari rumah2 kaum anshar dari bani abdul asyhal dan dzafar, dan beliau saw mendengar buka' (tangisan) dan nawaih (ratapan) terhadap syahidnya (keluarga mereka) maka bercucuranlah air mata rasulullah saww kemudian ikut menangis, kemudian bersabda: "akan tetapi untuk Hamzah tidak ada yang menangisinya".
( ini adalah ratapan nabi saw) .
dan ketika kembali Sa’d ibn Muadz dan asaid
ibn Hudhair ke rumah bani Abdul asyhar, mereka berdua memerintahkan untuk menahan kesedihan keluarga mereka dan memulai kesedihan untuk paman rasulullah saw “.
(Hal ini bisa dilihat juga dalam tarikh thabari 2/210; Atsiqat 1: 234; albidayah wannihayah 4/54-55).
Diatas secara sarih nash jelas bahwa buka/tangis disini maksudnya adalah nawaih/meratap, ditambah rasul saw meratapi sayyidina Hamzah dengan : “tapi untuk hamzah tidak ada yang menangisinya”.
2. Kalau mengenai rasulullah terhadap sayyidina hamzah sendiri banyak riwayatnya salah satunya :
Dalam dzakhair al-u’qba hal 181 (dari ibn Mas’ud )
ما رأينا رسول الله صلعم باكيا أشد من بكائه على حمزة, وضعه في القبله,ثم وقف على جنازته,وانتحب حتى بلغ به الغشي,يقول يا عم رسول الله,يا حمزه,يا أسد الله و أشد رسوه,ياحمزه يا فاعل الخيرات,يا حمزه يا كاشف الكربات,يا حمزه,يا ذاب عن وجه رسول الله.
Aku tidak melihat rasulullah saw menangis
dengan sangat ( asyaddu) dari tangisannya
seperti tangisan kepada Hamzah ra.
Beliau meletakkannya menghadap qiblat, kemudian duduk disamping jenazahnya kemudian “intahaba/meratap/menangis dengan kuat” sampai pada titik kondisi pingsan, dan beliau saw bersabda ( sambil meratap):
wahai paman rasulullah,
ya Hamzah! Ya Asadullah! wa asad rasulillah!
Ya Hamzah! Wahai orang yang lelalu menjalankan kebaikan!
Ya Hamzah! Wahai penghilang bencana dan kesusahan!
ya Hamzah! Wahai Penghilang kesukaran rasulullah.
(dzakhair al-u’qba hal 181).
Ini sangat jelas sebuah ratapan, jadi kalau kita
hubungkan dengan pembahasan sebelumnya
bahwa meratap itu ada dua, kalau meratap
karena ketidak ridhoan akan qadha dan dengan ratapan lafadzz jahiliah maka hal itu haram.
tapi kalau ratapan yang meluapkan kerinduan akan keberanian dan perjuangan disertai dengan keridhoan maka hal tersebut tidaklah bermasalah.
3. Ratapan untuk sayyidina Hamzah tidak lah berhenti
bahkan terus berlangsung:
فلم يزلن يبدأن بالندب لحمزه حتى الآن
Alwaqidi Mengatakan : maka sejak saat itu sampai
sekarang ratapan terhadap Hamzah terus
berlangsung.
(Alwaqidi dalam asadul ghabah 2:48).
4. Ratapan dan tangisan rasulullah saw tidak hanya untuk sayyidina Hamzah, bahkan untuk pamannya abu thalib, untuk Ibunya, untuk putranya Ibrahim untuk putra pamannya Ja’far dll.
Seperti hadist di bawah ini:
وعن انس رضي الله عنه قال شهدت بنتا للنبي صلعم تدفن,ورسول الله صلعم جالس عند القبر فرأيت عينيه تدمعان.رواه البخاري
Dari Anas radhiyallaahu anhu beliau berkata:
Saya menyaksikan jenazah putri Nabi shollallaahu alaihi wasallam dimakamkan sedangkan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam duduk di sisi kubur dan aku melihat kedua mata beliau berurai air mata.
(HR Bukhari).
5. Ratapan terhadap sayyidna Husein dari nabi
saw, banyak sekali riwayat yang
menceritakannya, bahkan mencapai mutawatir, khabar dari Imam Ali, dari Aisyah, dari ummu salamah, dari Sufyan maula rasululah , dari Abdullah ibn umar, muadz ibn jabal, Abu amamah Albahili, Abu Athufail, anas ibn Malik, abdullah ibn abbas, Ummu Alfadhl binti Alharits, Asma binti umais, Ka’ab alahbar, rijal min bani asad, Salman farsi, Mimpi abdullah ibn abbas, mimpi ummu salamah, dan masing masing dari hal itu dengan berbagai jalur dari masing2 diatas.
Di antaranya:
فقال : اللهم إني محمد عبدك ونبيك وهذان أطايب عترتي وخيار ذريتي وأرومتي ومن أخلفهم في أمتي,اللهم وقد أخبرني جبريل بأن ولدي هذا مقتول مخذول ,اللهم فبارك له في قتله واجعله مت سادات ابشهداء,إنك على كل شيء قدير,
اللهم ولا تبارك في قاتله وخاذله. قال و ضج الناس في المسجد بالبكاء,فقال النبي صلعم: أتبكون ولا تنصرونه,اللهم فكن أنت وليا وناصرا.
(ﺗﺬﮐﺮﺓ ﺍﻟﺨﻮﺍﺹ، ﺍﺑﻦ ﺍﻟﺠﻮﺯﯼ، ﺹ 225 ، ﻣﻘﺘﻞ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺯﻣﯽ، ﺹ .162 ﻃﺒﻘﺎﺕ ﻛﺒﺮﻱ ﻹﺑﻦ ﺳﻌﺪ، ﺝ 8 ، ﺹ .218)
Rasul saw bersabda (dalam keadaan menangis dan meratap ) : “YA Allah, sesungguhnya aku Muhammad hambamu, dan nabimu, dan keduanya (hasan dan husein) adalah 'itrah pilihan dan yang terbaik keturunanku, dan yang penggantiku pada umatku.
Ya Allah! Telah mengkhabarkan kepadaku Jibrail sesungguhnya putraku ( husein ) terbunuh dalam kondisi terlantarkan,
Ya Allah! Maka berilah barakah baginya dalam kesyahidannya, dan jadikanlah dia sayyid syuhada, sesungguhnya anda atas segala sesuatu berkuasa,
YA Allah jangalah beri barakah yang membunuhnya dan menelantarkannya, “setelah itu manusia berteriak menangis di masjid dengan “buka”. (Tobadot kubro dll).
6. ketika menangisi sayyidina husein ra. rasul saw memegang kepala sayyidina Ali sembari meratapi sayyidina husein :
فقال علي : ما يبكيك يا رسول الله,قال صلعم: ضغائن في صدور قوم لا يبدونها لك حتى يفقدوني.
حديث مرفوع
Ali berkata : apa yang anda tangiskan ya rasulullah,
Nabi saw menjawab : kebencian dalam dada kaum tidak terlihat didepanmu sampai engkau kehilanganku . (Majma Az-Zawaid 9: 118 kanzul umal 13/ 176).
Jadi dari sekarang jangan lagi mereka menyamakan TAHLIL dengan RATAPAN. Dan jangan lagi berkata TAHLIL BID'AH SESAT. Dan jangan lagi berkata PAHALA TIDAK BISA DI KIRIM KE MAYIT.
"PAHALA KE MAYIT ATAU KE ORANG LAIN SAMPAI"
Perlu di ketahui Bahwa ayat: wa anlaisa lil insani illa ma sa'aa.
وأن ليس للإنسان إلا ما سعى
“Dan bahwa sanya seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”
Itu di mansuh oleh ayat 21 surat Thur:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ
“Dan orang-orang yang beriman yang diikuti oleh keturunannya dengan keimanan, Kami hubungkan (kumpulkan) keturunannya itu dengan mereka (di dalam surga) dan Kami (dengan itu) tidak mengurangi sedikitpun dari pahala amal-amal mereka.” (Surat At-Tur : 21).
Perhatikan ayat ini.
وأن ليس للإنسان إلا ما سعى
“Dan bahwa sanya seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS. An-Najm : 39).
Ayat ini sering dijadikan dalil bahwa pahala amal shaleh seseorang tidak dapat dikirimkan (dihadiahkan) kepada Muslim lainnya.
Berikut penjelasan-penjelasan tentang ayat tersebut.
PENEJELASAN PERTAMA.
Sayyidina ‘Abbas ra sepupu Nabi saw yang mendapat do’a langsung dari Rasulullah saw agar memperoleh kemampuan untuk menfsirkan Al-Qur’an.
Beliau menyatakan bahwa ayat 39 surat An-Najm tersebut telah di mansukh oleh ayat 21 surat Thur:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ
[Surat At-Tur : 21]
“Dan orang-orang yang beriman yang diikuti
oleh keturunannya dengan keimanan, Kami
hubungkan (kumpulkan) keturunannya itu dengan mereka (di dalam surga) dan Kami (dengan itu) tidak mengurangi sedikitpun dari pahala amal- amal mereka.”
Dalam (ayat Thur ayat 21) diatas, dinyatakan bahwa anak cucu yang mengikuti leluhurnya dengan keimanan akan diletakkan di tempat yang sama meskipun tidak memiliki bekal amal yang sama.
Mereka mendapat kedudukan yang tinggi berkat amal orang tuanya (leuhurnya).
(lihat Abu ‘Abdillah Muahmmad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubi, Al-Jami’u Li Ahkamil Qur;an, juz 17).
Dan juga dalam hadis sudah di tegaskan:
عن أبي هريرة، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: " إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاثة: إلا من صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعو له " أخرجه مسلم في الصحيح، عن يحيى بن أيوب، وغيره،
Jika seseorang meninggal dunia, maka
terputuslah amalannya kecuali tiga perkara
(yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no.1631).
Dan hadis di bawah ini, bukti kita bisa mendapatkan dari pahala amal orang lain:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «من دل على خير فله مثل أجر فاعله» أو قال: «عامله» رواه ابو داود واحمد ومسلم
Siapa yg memberi petunjuk pada kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yg melakukan kebaikan itu. (HR muslim ahmad dll).
Dan ini juga hadis yg menyatakan kita dapat pahala dari amal orang lain:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «من سن في الإسلام سنة حسنة، فعمل بها بعده، كتب له مثل أجر من عمل بها، ولا ينقص من أجورهم شيء، ومن سن في الإسلام سنة سيئة، فعمل بها بعده، كتب عليه مثل وزر من عمل بها، ولا ينقص من أوزارهم شيء.رواه مسلم و بيهقي وطبراني
“Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka.
Dan barang siapa merintis dalam Islam
sunnah yang buruk maka baginya dosa dari
perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR.Muslim).
Hadist di atas menunjukkan sama-sama mendapat pahala dan dosa dari orang lain.
PENJELASAN KEDUA.
Ayat ini turun untuk menjelaskan bagaimana
syari’at Nabi Musa dan Nabi Ibrahim.
Lihat beberapa ayat sebelumnya:
(أَمْ لَمْ يُنَبَّأْ بِمَا فِي صُحُفِ مُوسَىٰ)
Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa?
(وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّىٰ)
Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu
menyempurnakan janji?
(أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ)
(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,
(وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ)
Dan bahwasanya seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,
(QS. An-Najm: 36-39).
Ayat-ayat di atas, menjelaskan Dalam syari’at kedua Nabi tersebut (Nabi Musa dan Nabi Ibrahim).
Bahwa seseorang hanya akan mendapatkan pahala dari amalnya sendiri.
sedangkan dalam syariat Nabi Muhammad saw mereka umat Rasulullah akan mendapatkan pahala amal mereka dan juga pahala amal orang lain yang diniatkan/dihadiahkan untuk mereka.
Seperti contoh: dampak amal positif dari dakwah atau kebaikan yg diakan oleh perintis pertamanya, atau menunjukkan ke kebaikan ke orang lain.
Pendepat ini disampaikan oleh Imam ‘Ikrimah.
(lihat Abu Muhammad Al-Husain bin Ma’ud
Al=Farra’ Al-Baghawi, Ma’alimut Tanzil juz 5).
"PENDAPAT IMAM SYAFI'I"
Latar belakang (alasan) imam Syafi’i rahimahullah mengatakan bahwa bacaan Al Qur’an tidak
sampai kepada yang wafat, dikarenakan orang-orang kaya pada waktu masa itu jauh hari sebelum mereka wafat, mereka membayar orang-orang agar jika ia telah wafat mereka menghatamkan Al Qur’an berkali-kali dan pahalanya untuknya.
Maka imam Syafi’i rahimahullah mengatakan bahwa pahala bacaan Al Qur’an tidak bisa sampai kepada yang wafat. (Supaya tidak seperti transaksi jual beli).
Jadi bisa di ambil kesimpulan..
Syarat sampai pahala bacaan tergantung niat
(hati) jika niat tidak lurus seperti niat “jual-beli”
maka pahala bacaan tidak akan sampai.
Dituntut keikhlasan bagi setiap yang bersedekah baik dalam bentuk harta maupun dalam bentuk bacaan AlQur’an.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Allah tidak memandang rupa dan harta kamu tetapi Dia memandang hati dan amalan kamu.”
(HR Muslim 4651).
Imam Syafi’i rahimahullah, mensyaratkan sampainya pahala bacaan jika memenuhi salah satu dari syarat-syarat berikut:
1. Pembacaan dihadapan mayyit (hadirnya mayyit).
2. Pembacanya meniatkan pahala bacaannya
untuk mayyit.
3. Pembacanya mendo’akannya (memhadiahkan dalam doa) untuk mayyit. (seperti cara yg di pilih oleh imam nawawi, yg sudah di jelaskan di atas).
ALLAHU A'LAM.
Semoga bermanfa'at. Amin
Komentar
Posting Komentar